RSS

CRITICAL REVIEW

( Sebuah komparasi hasil bacaan dari buku Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah “Planning And Preparation Budget Review” dan Sebuah Journal Online Implementasi Kebijakan Publik Menuju Good Governance dalam Penyelenggaraan Desentralisasi dan Otoda “Implementation Good Governance” )

Buku yang berjudul Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah ini merupakan buku yang didalam serangkaian bab nya kemudian mengangkat hal – hal yang terkait mengenai implementasi hak otonomi yang diberikan kepada daerah dalam rangka upaya untuk menciptakan good governance. Pentingnya otonomi daerah tersebut juga harus didukung dengan model pemerintahan yang memiliki corak serta iklim kehidupan masyarakat yang partisipatif dalam pembangunan. Dalam buku tersebut dijelaskan pula mengenai impilkasi otonomi daaerah dalam sector ekonomi, perbankan, pendidikan, dan kesehatan. Adapun masalah pembahasan manajemen keuangan daerah dititikberatkan pada perlunya perencanaan stratejik, perencanaan penerimaan dan pengeluaran daerah, penganggaran yang akurat, serta strategi pengelolaan kekayaan alam.
Terkait masalah manajemen keuangan daerah tersebut, pada bab kelima dalam buku tersebut disajikan data empiris terhadap manajemen keuangan pemerintahan daerah di Indonesia. Pada bagian tersebut dijewantahkan telaah empiris yang ditemukan dilapangan atas nama manajemen keuangan pemerintah daerah di enam propinsi di Indonesia (dengan tidak mengurangi kedalaman isi pembahasan pada bagian tersebut, maka demi menjaga tidak terjadinya kerugian oleh pemerintah daerah dan pihak – pihak tertentu, nama masing – masing pemda disamarkan). Budgetary slack muncul diakibatkan bahwa lemahnya perencanaan dan persiapan anggaran pemerintah daerah. Struktur anggaran pendapatan pemerintah daerah yang ada, masih didominasi oleh bantuan dari pemerintah pusat dan propinsi. Sebagai konsekuensinya, pemerintah daerah hanya memiliki discretion pada Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) selama perencanaan dan penyiapan Anggaran Induk.
Selain itu, disajikan pula pembahasan secara komprehensif mengenai analisis pelaksanaan anggaran induk dan anggaran hasil revisi pemerintah kabupaten / kota. Revisi anggaran dilakukan terkait adanya factor ketidakpastian yang berhubungan dengan jumlah anggaran, proyek – proyek yang dilaksanakan, dan informasi umum mengenai bantuan / proyek kepala daerah.
Aturan yang disusun oleh pemerintah pusat masih diwarnai dengan adanya kecenderungan ketidakefektifan atas aturan dan pedoman yang disusun tersebut. Pemerintah pusat melakukan pengendalian hanya dengan melakukan uji varian antara target dan hasil aktuan, baik pendapatan maupun pengeluaran atas pencapaian kinerja pemerintah daerah. Kompleksitas permasalahan di lapangan menunjukkan bahwa alat manajemen keuangan yang digunakan tidak lagi memadai untuk digunakan sebagai alat pengendalian.
Hingga saat ini masih ditemukan adanya kecenderungan akuntabilitas yang hanya bersifat vertical. Sistem pengukuran kinerja yang tidak dapat digunakan sebagai satu – satunya alat manajemen. Perlu peningkatan cost awareness, dan penerapan new public management dan refomasi sistem pertanggungjawaban dari pertanggungjawaban vertical menjadi horizontal.
Karakteristik pemerintahan yang baik (good governance), apabila pemerintah mewujudkan demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi yang berorientasi kepada kepentingan rakyat dalam kerangka hukum.
Dalam sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia, dari rezim otoriter hingga pengusahaan perwujudan prinsip good governance, terjadi dinamika yang sangat fantastis ditubuh pemerintahan Indonesia. Dari pemerintahan yang terpusat (sentralisasi) menjadi negara yang menggembar – gemborkan kemerdekaan daerah dalam kerangka RI (desentralisasi).
Menyoroti hal tersebut, saya merasa dapat dikatakan bahwa cukuplah dua tulisan diatas yakni sebuah buku yang berjudul Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah “Planning And Preparation Budget Review” dan sebuah journal online Implementasi Kebijakan Publik Menuju Good Governance dalam Penyelenggaraan Desentralisasi dan Otoda “Implementation Good Governance”, saya jadikan bahan renungan untuk kembali menelorkan kritikan – kritikan terkait masalah kedewasaan pengambilan kebijakan public oleh pemerintah khususnya masalah penganggaran dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dll) pada saat ini.
Berangkat dari bacaan tersebut, dapat saya simpulkan bahwa penciptaan keadaan pemerintahan yang baik dari segi penelaahan empiris manajemen pengelolaan keuangan pada pemerintah daerah di Indonesia masih sangat jauh dari harapan. Bahwasanya prinsip – prinsip diatas sebagai indicator sebuah good governance masih terlampau tinggi untuk dikatakan telah kita gapai.
Partisipasi masyarakat misalnya, pada pemilihan daerah, masyarakat masih cenderung enggan untuk ikut memilih akibat krisis kepercayaan kepada kandidat calon. Atau pun mereka memilih, sebagian besarnya hanya dikarenakan money politic dari aparat pemerintah kepada rakyat, bukan karena kapabilitasnya.
Dari segi transparansi dan akuntabilitas, khususnya anggaran daerah, masyarakat masih sangat kekurangan informasi terkait dana penghasilan daerahnya dan dana belanja daerahnya. Hal ini, memberi potensi bagi beberapa oknum untuk mengmbil celah. 20 % dana yang seharusnya cair bagi pendidikan misalnya, akibat kurangnya transparansi dari pemerintah, sehingga sebagian masyarakat dipedesaan, dipedalaman, dsb tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Hal ini tentu akan memberikan peluang kepada beberapa oknum untuk mempolitisasi pendidikan, bukan malah pendidikan politik yang baik yang seharusnya diberikan kepada masyarakat. Parahnya lagi, akuntabilitas itu seperti tak pernah kita dapat sebagaimana adanya. Kita terus saja terninabobokan.
Pertanyaannya kemudian, jelaskah pondasi kita untuk mengeluarkan statemen demikian bahwa ditinjau dari segi penganggaran keuangan daerah, maka good governance masih sangat jauh dari harapan?
Alasannya jelas, dalam buku Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah dikemukakan kelemahan dan kurang matangnya perencanaan dan persiapan anggaran di enam pemerintahan daerah ( nama daerah disamarkan ). Yakin dan percaya, ini tidak hanya terjadi di enam pemerintahan daerah tersebut tapi juga terjadi disebagian besar pemerintahan daerah di Indonesia.
Kelemahan perencanaan, persiapan, dan pengeluaran anggaran yang tepat guna pada sasaran yang dalam hal ini masyarakat, meniscayakan sebuah indikasi bahwa jalan menuju terciptanya good governance masih akan menapaki jalan jauh nan berliku yang akan menguji rasa lelah kita. Ditambah lagi dengan permasalahan – permasalahan korupsi, suap, penggelapan uang, dll. semakin menguatkan indikasi itu.
Solusi yang saya tawarkan khusus pada permasalahan manajemen keuangan daerah ini, maka saya berpendapat bahwa perlu adanya perencanaan stratejik, perencanaan penerimaan dan pengeluaran daerah, penganggaran yang akurat, serta strategi pengelolaan kekayaan alam agar tepat sasaran. Ditambah kemudian pemberian pendidikan politik bagi masyarakat, supremasi hukum bagi aparat penyalahguna wewenang. Serta yang paling penting, yakni pemberian pengetahuan terkait manajemen keuangan daerah sesuai kebutuhan masyarakat di daerah dan penanaman nilai – nila moral baik bagi aparat pemerintah maupun masyarakat agar sadar fungsi dan tanggungjawab yang diembannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lahirnya UUPA no 5 tahun 1960

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia - sebagaimana halnya ketimpangan ekonomi/tingkat pendapatan penduduknya - adalah sangat tajam dan ironis. Di satu sisi banyak orang kaya yang memiliki tanah secara absentee dan menjadikannya sebagai asset atau investasi, tetapi di sisi lain lebih banyak petani yang hanya mempunyai sebidang tanah yang tidak cukup untuk menghidupi keluarganya atau bahkan tidak mempunyai satu meter pun tanah untuk digarapnya.
Dengan tujuan pemerataan dan untuk mencapai keadilan dalam perolehan dan pemanfaatan tanah maka program landreform yang telah lama dipeti-eskan (hanya menjadi program/kebijakan tehnis saja) haruslah digiatkan kembali. Guna mengetahui perkembangan dari landreform ini, penulisan ini akan membahas aspek historis yaitu pengaturan dan pelaksanaan landreform dari masing-masing Orde.
Salah satu hasil karya anak bangsa terbaik, paling monumental, sekaligus revolusioner, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan Undang-Undang yang pertama kalinya memperkenalkan konsep Hak Menguasai Negara. Perumusan pasal 33 dalam UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Inilah dasar konstitusional pembentukan dan perumusan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dua hal pokok dari pasal ini adalah sejak awal telah diterima bahwa Negara ikut campur untuk mengatur sumber daya alam sebagai alat produksi, dan pengaturan tersebut adalah dalam rangka untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penghubungan keduanya bersifat saling berkait sehingga penerapan yang satu tidak mengabaikan yang lain
Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960 merupakan peristiwa penting di bidang agraria dan pertanahan di Indonesia. Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA tersebut kebijakan-kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial belanda mulai ditinggalkan. Undang-undang yang disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini menggantikan Agrarische Wet 1870 yang terkenal dengan prinsip domein verklaringnya (semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik negara/ milik penjajah belanda).
UUPA merupakan produk hukum pada era Orde Lama yang menghendaki adanya perubahan dan pembaharuan di bidang agraria dan pertanahan serta menghendaki terwujudnya pembangunan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan pemerintahan pada saat itu lebih diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana telah digariskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Untuk itu, sangat perlu kiranya jika kita mengetahui serta memahami sejarah yang melatar belakangi hingga dikeluarkannya kebijakan perundang – undangan oleh pemerintah orde lama waktu itu mengenai Undang – undang pokok agrarian yang kemudian menjadi acuan dan sekaligus mengganti peraturan – peraturan pertanahan yang mengatur sebelumnya ( baik pada masa penjajahan Belanda, maupun pada masa pendudukan Jepang).

B. Identifikasi Masalah
“bagaimana dan apa yang melatar belakangi sehingga lahirnya UUPA nomor 5 tahun 1960 pada masa orde lama?”

C. Tujuan
“Mengetahui dan memahami hal yang melatar belakangi sehingga lahirnya UUPA nomor 5 tahun 1960 pada masa orde lama.”

BAB II
PEMBAHASAN
A. Peraturan Pertanahan sebelum UUPA Nomor 5 Tahun 1960
Pengaturan hak milik tanah yang berlaku di Indonesia, sebenarnya telah ada baik itu sejak masa penjajahan / kolonialisme Belanda maupun pada masa pendudukan Jepang. Hal tersebut tampak jelas dengan adanya yang disebut sebagai hukum perdata barat serta hukum adat pertanahan. Adapun periodisasi dari tonggak sejarah pengaturan hak atas tanah di Indonesia sebelum kemudian diberlakukannya UUPA Nomor 5 Tahun 1960 sebagai peraturan yang mengatur masalah Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria pertama yang berhasil dilahirkan oleh bangsa Indonesia sendiri pasca lepasnya dari belenggu penjajahan, antara lain :
1. Tonggak pertama tahun 1811
Pada masa tersebut, penguasaan hak atas tanah lebih diposisikan sebagai alat untuk menarik pajak bumi demi kepentingan pemerintah Belanda. Menurut sejarah, pemerintah Belanda dianggap gagal melaksanakan administrasi pertanahan dengan baik. Sehingga digantikan oelh pemerintah Inggris, yang mana salah seorang penggagas tata administrasi pertanahan yaitu Raffles. Mekanismenya yaitu menata sistem administrasi pertanahan dengan sistem domein ( menerapkan sistem penarikan pajak bumi seperti apa yang dilakukannya di India ).
Setelah Inggris benar – benar menguasai indoensia, maka pada tahun 1811, Raffles membentuk panitia penyelidikan yang diketuai oleh Mackenzie ( Komisi Mackenzie ). Dari penyelidikan tersebut, Raffles menyimpulkan bahwa hak milik tanah dikuasai oelh Kerajaan / Raja atau pemerintah. Sehingga dibuatlah sistem penarikan pajak bumi (Landrette). Setiap petani wajib membayar pajak sebesar dua per lima dari hasil garapannya. Teori ini berpengaruh hingga abad ke 19.
2. Tonggak kedua tahun 1830
Pada masa tersebut, Indonesia kembali berada dibawah tangan Belanda yang dipimpin oleh Van den Bosch. Ia mempopulerkan sebuah konsep penguasaan tanah Culturstelsel. Tujuannya adalah untuk menolong Belanda yang pada saat itu memiliki kondisi perekonomian yang memprihatinkan. Konsepnya tetap menganut teori Raffles, namun dasar pokok aturannya bahwa setiap petani tidak perlu membayar pajak seperti aturan sebelumnya, cukup dengan seperlima dari tanahnya harus ditanami dengan tanaman tertentu yang dikehendaki oleh pemerintah Belanda seperti nila, kopi, tembakau, the, tebu, dll. Kemudian hasilnya akan diekspor ke Eropa. Hasilnya ternyata mampu membuat pemilik modal swasta menjadi “iri” akan hal tersebut.
3. Tonggak ketiga tahun 1848
Pada masa ini, akibat dari tonggak kedua sebelumnya ( kecemburuan pemilik modal swasta ), terjadi pergolakan antara wakil – wakil parlemen yang menuntut untuk dilibatakan pada urusan penjajahan dengan mereka yang secara konservatif mendukung culturstelsel. Hasilnya, kaum liberal menang dengan disetujuinya perubahan terhadap Undang – Undang Dasar Belanda, yaitu adanya ketentuan yang menyebutkan bahwa pemerintah di tanah jajahan harus diatur oleh undang – undan ( UUD Belanda tahun 1854), yaitu dikeluarkannya Regerings Reglement ( RR ) tahun 1845. Pada pasal 62 RR disebutkan bahwa Gubernur Jendral boleh menyewakan tanah dengan ketentuan – ketentuan yang akan ditetapkan dalam ordonasi.
Pada tahun 1865, Menteri Jajahan Frans van de Putte ( seorang liberal ), mengajukan RUU yang berisi bahwa Gubernur Jendral akan memberikan hak erpacht selama 99 tahun ; hak milik pribumi diakui sebagai hak mutlak ( eigendom ) dan tanah milik komunal dijadikan hak milik perorangan eigendom. RUU tersebut ditolak oleh parlemen khususnya kaum liberal sendiri yaitu Torbeck, dan menteri Frans jatuh. Sehingga, tujuan golongan kaum swasta Belanda untuk menanamkan modal di bidang pertanian di Indonesia belum tercapai.
4. Tonggak keempat tahun 1870
Tahun 1866 – 1867, pemerintah mengadakan suatu penelitian tentang hak – hak penduduk Jawa atas tanah yang dilakukan pada 808 desa diseluruh Jawa. Kemudian hasilnya dikemas dalam tiga jilid pada tahun 1876, 1880, dan 1896. Akibat ketidaksabaran pemerintah Belanda, enam tahun sebelum jilid pertama dalam laporan penelitian tersebut terbit ( tahun 1870 ), Menteri de Waal mengajukan RUU yang diterima diparlemen. Salah satu keputusan pentingnya yaitu apa yang disebut sebagai Agrarische Besluit yang memuat suatu pernyataan penting tentang “domein verklaring” yang diundangkan dalam staatsblaad nomor 118 tahun1870 pasal 1.

B. Lahirnya UUPA Nomor 5 Tahun 1960
Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960 merupakan peristiwa penting di bidang agraria dan pertanahan di Indonesia. Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA tersebut kebijakan-kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial belanda mulai ditinggalkan. Undang-undang yang disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini menggantikan Agrarische Wet 1870 yang terkenal dengan prinsip domein verklaringnya (semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik negara/ milik penjajah belanda). UUPA merupakan produk hukum pada era Orde Lama yang menghendaki adanya perubahan dan pembaharuan di bidang agraria dan pertanahan serta menghendaki terwujudnya pembangunan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan pemerintahan pada saat itu lebih diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana telah digariskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Sebelum berlakunya UUPA berlaku bersamaan berbagai perangkat Hukum Agraria. Ada yang bersumber pada Hukum Adat, yang berkonsepsi komunalistik religious. Ada yang bersumber pada Hukum Perdata Barat yang individualistic-liberal dan ada pula yang berasal dari berbagai bekas Pemerintahan Swaparja, yang umumnya berkonsepsi feudal. Hukum Agraria yang merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara, hamper seluruhnya terdiri atas peraturan-peraturan perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi Pemerintah Jajahan dalam melaksanakan politik agrarianya yang dituangkan dalam Agrarische Wet 1870.
Selain itu adanya dualisme dalam Hukum Perdata memerlukan tersedianya perangkat hukum yang terdiri atas peraturan-peraturan dan asas-asas yang member jawaban, hukum apa atau hukum yang mana yang berlaku dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum Antargolongan di bidang agraria. Perangkat hukum ini dikenal sebagai Hukum Agraria atau Hukum Tanah Antargolongan.
Didalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan. Dalam pada itu hukum Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut, ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal justru merupakan penghambat dari pada tercapainya cita-cita diatas. Hal itu disebabkan terutama :
a. Karena hukum agraria yang berlaku sekarang ini sebagian ter- susun berdasarkan tujuan dan sendir-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam melaksanakan pembangunan semesta dalam rangka menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini;
b. Karena sebagai akibat dari politik-hukum pemerintah jajahan itu hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya peraturan-peraturan dari hukum-adat di- samping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum barat, hal mana selain menimbulkan pelbagai masa'alah antar golongan yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan Bangsa;
c. Karena bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum
UU Pokok Agraria akhirnya dibentuk pada tahun 1960. Dalam dimuat tujuan, konsepsi, asas-asas, lembaga-lembaga hukum dan garis-garis besar ketentuan-ketentuan pokok Hukum Agraria/Tanah Nasional. Penjabarannya dilakukan dengan membuat berbagai peraturan pelaksanaan yang bersama-sama UUPA merupakan Hukum Agraria/Tanah Nasional Indonesia. Tujuannya adalah akan mewujudkan apa yang digariskan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang penguasanya ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUPA menciptakan Hukum Agraria Nasional berstruktur tunggal, yang seperti dinyatakan dalam bagian “Berpendapat” serta Penjelasan Umum UUPA berdasarkan atas Hukum Adat tentang tanah, sebagai hukum aslinya sebagian terbesar rakyat Indonesia.

C. Pelaksanaan UUPA Nomor 5 Tahun 1960
Perubahan diselenggarakan secara cepat, fundamental dan menyeluruh dalam rangka apa yang pada waktu itu disebut: menyelesaikan Revolusi Nasional kita, yang menghendaki penyelesaian segenap persoalannya secara yang revolusioner, dengan bersemboyan: Pull down yesterday. Construct for tomorrow dan dalam rangka: retooling alat-alat untuk menyelesaikan Revolusi.
Dengan kata-kata sekarang, semuanya itu adalah pada hakikatnya dalam rangka melaksanakan Pembangunan Nasional, mengisi kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
UUPA mengubah secara fundamental prinsip-prinsip hukum pertanahan yang berlaku sebelum tahun 1960. Perubahan fundamental ini meliputi perangkat hukumnya, dasar konsepsinya maupun isinya. Dengan berlakunya UUPA, kondisi pertanahan nasional diperintahkan supaya didasarkan oleh hukum tanah adat yang sederhana dan menjamin kepastian hukum tanpa mengabaikan hukum agama. UU yang memberi kemungkinan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia.
Pada awal-awal berlakunya UUPA, kegiatan pertanahan nasional berorientasi pada program-program reformasi tanah (Landreform). Mengubah gaya lama penguasaan tanah yang kolonial dengan program redistribusi tanah kepada rakyat dan melarang monopoli penguasaan tanah termasuk feodalisme di pedesaan.
Namun, cita-cita itu tidak berlangsung lama. Sejak tumbangnya Orde Lama yang digantikan Orde Baru, program-program pembangunan pemerintah berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Kalau menggunakan matematika ekonomi, berarti membutuhkan modal untuk menyuntik mesin industri. Industri membutuhkan tanah-tanah untuk bahan sumber produksi. Industri membutuhkan petani untuk memetik kopi, tembakau dan jagung di perkebunan.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebelum lahirnya UUPA Nomor 5 tahun 1960, telah ada aturan – aturan pertanahan yang mengatur mengenai hak milik tanah pada masa pendudukan Belanda maupun pada masa pendudukan Jepang. Lahirnya kebijakan pemerintah orde lama berupa UUPA Nomor 5 tahun 1960 tersebut, setelah melalui proses yang sangat penjang, membawa angin segar sebagai harapan akan perubahan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintahan pada saat itu lebih diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana telah digariskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam implementasinya kemudian pada masa orde lama masih mengacu pada aturan tersebut, namun pasca pergantian rezim orde lama ke orde baru, maka mulai muncul indikasi “pembelokan – pembelokan” tujuan dari tujuan sebelumnya.

B. Harapan
Agar menjadi refrensi bacaan dalam memperkaya analisa kita terkait hal – hal yang melatarbelakangi sehingga munculnya suatu kebijakan, khususnya dlaam makalah ini kebijakan UUPA Nomor 5 tahun 1960, dan analisis mengenai pelaksanaannya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Fungsi Sosial Tanah dalam UUPA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penciptakan masyarakat adil dan makmur merupakan tujuan negara Republik Indonesia dan pembangunan yang merupakan dasar program pemerintah untuk seluruh wilayah Indonsia. Dalam melaksanakan pembangunan ini faktor utama yang paling penting adalah tanah. Seperti pembuatan jalan raya , pelabuhan-pelabuhan, bangunan-bangunan untuk industri, pertambangan, perumahan dan kesehatan dan lain-lain demi kepentingan masyarakat.
Tanah merupakan komponen yang sangat vital bagi kelangsungan social, khususnya tanah public kaitannya dengan fungsi social tanah yang dimilikinya. Dalam hal ini, tak jarang fungsi social tersebut memiliki konsekuensi logis. Misalnya saja permasalahan yang berhubungan dengan pelepasan tanah pribadi untuk kemudian dimanfaatkan bagi kepentingan sosial. Untuk memperoleh tanah ini peranan pemerintah sangat diperlukan karena terkadang tanah yang akan didirikan atau bangunan tersebut adalah milik rakyat, sehingga untuk memperolehnya harus melalui pemerintahan yaitu dengan cara pencabutan hak atas tanah dan pembebasan hak atas tanah.
Peranan pemerintah atas tanah dalam rangka pembangunan sangat penting sekali sehingga dalam hal ini pemerintah harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar.
Pembangunan ini dilaksanakan untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip – prinsip hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi keresahan yang mengganggu stabilitas masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Masalah tanah erat sekali hubungannya dengan manusia sebagai pemenuhan kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya demikian juga hubungan. Manusia sebagai anggota masyarakat dengan pemerintah sebagai penguasa tertinggi dalam negara - sekaligus penggerak untuk terujudnya pembangunan demi untuk peningkatan taraf hidup dari masyarakat.
Bagi masyarakat Indonesia hak atas tanah dan benda- benda yang ada diatasnya merupakan hukum yang penting, namun apabila, benar-benar diperlukan dapat dilakukan pencabutan dan pembebasan hak tersebut untuk kepentingan pembangunan. Timbul permasalahan, “bagaimana fungsi social tanah itu serta sejauh mana peranan pemerintah atas tanah dalam rangka melaksanakan pembangunan dan bagaimana upaya pemerintah dalam hal pemecahan masalah pertanahan yang timbul?”
C. Tujuan
Berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan tersebut, maka dapat diketahui, bahwa hadirnya makalah ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca untuk memahami jenis – jenis fungsi social tanah dan solusi dari berbagai permasalahan pertanahan kaitannya dengan fungsi social tanah itu sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fungsi Sosial Tanah
Tanah dalam wilayah Negara kita adalah tanah Bangsa Indonesia (artinya, tanah kepunyaan bersama para warganegara Indonesia), yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepadanya dengan suatu Amanat, yaitu “supaya digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat...” (pasal 33 ayat 3 UUD jo pasal 2 ayat 3 UUPA). Dalam ketentuan pasal 27,34, dan 40, tanah tidak boleh “ditelantarkan”. Menurut konsepsi Hukum Tanah Nasional hak-hak atas tanah bukan hanya berisikan wewenang, sekaligus juga kewajiban untuk memakai, mengusahakan dan memanfaatkan. Juga menurut konsepsi ini hak-hak perorangan bersumber pada hak bersama (yaitu Hak Bangsa), dan mengandung unsur kemasyarakatan.
Untuk itu perlu adanya perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah yang dimaksudkan dalam pasal 14. dengan menggunakan tanah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah tersebut, terpenuhilah fungsi sosialnya. Kepentingan umum harus diutamakan daripada kepentingan pribadi, sesui dengan asas hukum yang berlaku bagi terselenggaranya berkehidupan-bersama dalam masyarakat.
Dalam konsepsi hukum barat, pengertian fungsi sosial pada hakikatnya berupa pengurangan atau pembatasan kebebasan individu bagi kepentingan bersama. Sebaliknya konsep fungsi sosial dalam Hukum Adat dan Hukum Tanah Nasional merupakan bagiandari alam pikiran asli orang Indonesia. Yaitu bahwa manusia Indonesia adalah manusia pribadi yang sekaligus mahluk sosial, yang mengusahakan terwujudnya keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama, kepentingan masyaraktnya. (Bandingkan TAP MPR nomor IV/MPR/1998 jo nomor II/MPR/1993 tentang Asas Pembangunan Nasional, yang harus ditetapkan dan dipegang teguh dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional, yaitu bahwa: harus ada keseimbangan antara berbagai kepentingan, keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu, masyarakat dan negara).
B. Guna Tanah Dalam Rangka Pembangunan.
Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah tergantung pada tanah. Tanah dapat dinilai sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen dan dapat dicadangkan untuk kehidupan masa mendatang. Tanah adalah tempat pemukiman dari sebagian ummat manusia, disamping sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha tani dan perkebunan dan pada akhirnya tanah pulalah yang dijadikan ternpat persemayaman terakhir bagi seseorang yang meninggaI dunia.
Dalam suasana pembangunan sebagaimana halnya di negara kita sekarang kebutuhan akan tanah semakin meningkat. Kegiatan pembangunan sebagaimana halnya di Indonesia terutama sekali pembangunan di bidang materil baik di kota maupun di desa banyak sekali memerlukan tanah sebagai tempat penampungan kegiatan pembangunan dimaksud. Pelabuhan, bangunan untuk industri pertambangan, perumahan dan kesehatan masyarakat serta lainnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan masional juga sangat menggunakan tanah. Pengadaan berbegai proyek pembuatan dan pelebaran tanah (jalan) semuanya memerlukan tanah sebagai tempat penampungan dan sebagai sarana utamanya.
Usaha - usaha pengembangan perkotaan baik berupa perluasan dengan membuka tempat-tempat pemukiman baru di pinggiran kota maupun usaha – usaha pemekarannya sesuai dengan tata kota senantiasa membutuhkan tanah untuk keperluan tersebut. Pendek kata hampir semua usaha pembangunan memerlukan tanah sebagai sarananya.
Adanya berbagai kepentingan yang kelihatannya saling bertentangan antara satu dengan lainnya berkenaan dengan persoalan tanah dalam pembangunan itu. Di satu pihak pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya, sedang di lain pihak sebagian besar dari warga masyarakat memerlukan juga tanah tersebut sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencaharian. Bilamana tanah tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan untuk keperluan pemerintah, maka jelas kita harus mengorbankan hak azasi warga masyarakat yang seharusnya jangan sampai terjadi dalam negara yang menganut prinsip-prinsip " Rule of Law" akan tetapi bilamana ini dibiarkan saja maka usaha-usaha pembangunan akan macet.
Ada sementara pihak yang beranggapan kalau ada sebidang tanah sangat diperlukan untuk kepentingan pembangunan maka mau tidak mau usaha tersebut harus berhasil, sehingga pada saat sekarang pembangunan banyak dijadikan kambing hitarn yang dapat menimbulkan kesan bahwa segalanya akan menjadi halal bilamana dilakukan untuk dan demi pembangunan, sekalipun hal tersebut dilakukan dengan melanggar hukum. Pandangan yang sedemikian ini sebenarnya bertentangan dengan azas perikehidupan dalam keseimbangan.
Demikian pentingnya peranan (kegunaan ) tanah dalam rangka pernbangunan sehingga mungkin pihak - pihak yang terkait dalam hak - haknya atas tanah menjadi korban pihak segelintir oknum - oknum yang tidak bertanggung jawab dengan kedok pembebasan tanah dalam rangka pembangunan. Dalam hal ini tentu peranan pemerintah daerah setempat sangat diperlukan sekali mendalami masalah - masalah pertanahan sehingga hal - hal yang merugikan bagi pihak yang terkena pembebasa, haknya atas tanah dapat segera ditanggulanginya.
C. Peranan Pemerintah Atas Tanah Dalam Rangka Melaksanakan Pembangunan
Pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek kebidupan baik pembangunan yang dilaknkan oleh perorangan / keluarga atau kelompok sosial juga membutuhkan tanah. Jadi dalam menyongsong lajunya pembangunan hubungannya dengan tanah merupakan permasalahan yang cukup peka, karena dengan meningkatnya kegiatan pembangunan dewasa ini maka kebutuhan akan tanah untuk keperluan berbagai proyek juga turut meningkat.
Sedangkan dilain pihak penyediaan tanan untuk itu kurang. Untuk memenuhi kebutuhan akan tanah tersebut perlu penanggulangan yang serius, mengingat persoalan tanah adalah sangat sensitif karena hubungan tanah bukan halnya sekedar mengandung aspek ekonomis, tetapi juga kesejahteraan sosial, politik, kultural, psikologis, religlus. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pemerintah dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip-prinsip hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi keresahan yang mengganggu kestabilitas masyarakat.
Dalam hal tersebut Menteri Dalam Negeri dengan Instruksinya tertanggal 10 Oktober 1974 telah menginstruksikan kepada semua Kepala Daerah di seluruh Indonesia antara lain untuk mengadakan inventarisasi terhadap semua masalah pertanahan yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Salah satu prinsip dasar yang diletakkan oleh pemerintah dalam rangka pemamfaatan tanah adalah untuk kemakmuran rakyat yang dengan cara meletakkan kepentingan nasional diatas kepentingan individu sekalipun ini tidak berarti kepentingan individu atau golongan tertentu dapat dikorbankan begitu saja untuk kepentingan umum. Hal ini terlihat secara tegas dalam berbagai ketentuan dari Undang-Undang Pokok Agraria antara lain yaitu :
1. Pasal 6 ; Bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam pemakaian sesuatu hak atas tanah harus memperhatikan kepentingan masyarakat seperti juga dalam pasal 33 UUD 1945 ; Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara,dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sungguhpun dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 tidak mencantumkan dengan tegas kata - kata fungsi sosial, namun harus di tafsirkan bahwa fungsi sosial dari hak rnilik prirnair diartikan hak rnilik itu tidak boleh rnerugikan kepentingan masyarakat. Dengan dernikian pengertian fungsi sosial dari pada tanah adalah jalan kornprorni atau hak rnutlak dari tanah seperti tersebut dalarn rnernori penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria. Bahwa keperluan tanah tidak Baja diperkenankan semata-rnata. untuk kepentingan pribadi, kegunaannya harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari haknya sehingga bermanfaat, baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai tanah juga berrnanfaat untuk rnasyarakat dan kepentingan perorangan harus saling imbang mengimbangi sebagai dwi tunggal. Noto Negoro menyatakan bahwa : "Hak untuk mempunyai fungsi sosial itu sebenarnya rnendasarkan yang individualistis, ditempelkan padanya sifat yang sosialis, sedangkan kalau berdasarkan Pancasila, hukum kita tidak berdasarkan atas corak individualisrne tetapi corak dwi tunggal ".
Jadi rnaksud dwi tunggal adalah bahwa setiap indfvfdualistis mempunyai fungsi social sesuai dengan Pancasila bahwa dalam individu tersebut rnelekat kepentingan sosial, misalnya hak milik dapat dicabut derni kepentingan sosial. Berarti semua hak atas tanah dalarn pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria berarti bukan saja hak milik tetapi sernua hak atas tanah dalam arti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai mempunyai fungsi sosial, dengan ini berati semua hak atas tanah dapat mengisi kepentingan nasional dari rakyat untuk kemakmuran rakyat.
2. Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria yang membatasi berlakunya hukum adat dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa. Dari redaksi pasal UUPA pengertian hukum adat mempunyai arti yang tersendiri, dimana pasal 5 itu memberi batasan-batasan terhadap hukum adat tersebut yaitu :
a. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan sosialisme Indonesia.
b. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan negara dan kepentingan nasional yang berdasarkan persatuan bangsa.
c. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan kesatuan ( perundang-undangan lainnya).
d. Hukum adat harus mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada agama.
Sedemikian ketatnya pembatasan hukum adat terhadap walaupun di dalam pasal 3 UUPA membuat suatu pengakuan yang tegas terhadap hak ulayat dan hak-hak yang serupa yang tunduk pada hukum adat. namun demikian pengakuan tersebut bila ditinjau dari segi juridis formal adalah merupakan suatu kemajuan tentang kedudukan hak ulayat dalam UUPA, jadi dengan adanya pengakuan terhadap hak ulayat secara formal ini akan dapat mengisi pembangunan nasional disatu pihak dan kepentingan umum secara bersama dilain pihak.
Dengan demikian pemecahan permasaIahan hak ulayat untuk turut serta dalam pembangunan dengan serius dan menyeluruh dapat diselesaikan dimensi juridis dengan memperhatikan aspek-aspek sosial,politis, ekonomi dan kultural agar supaya hal yang demikian tidak akan berkembang menjadi suatu keresahan yang dapat menggangu stabilitas masyarakat.
3. Pada pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu: "Dimana dalam pasal ini memungkinkan negara untuk mencabut hak atas tanah untuk kepentingan sosial. Ketentuan pencabutan hak ini adalah merupakan ketentuan, yang memungkinkan negara untuk melaksanakan politik dan strategi pertahanan keamanan. Dalam pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum sebagaimana yang kemudian diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 1961, maka pencabutan hak dimaksud hanya kemungkinkan bilamana ada suatu kepentingan umum yang benar-benar menghendakinya.Kepentingan ini misalnya untuk pembuatan jalan raya, Pelabuhan, bangunan untuk industri pertambangan, perumahan dan kesehatan masyarakat serta lainnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan masional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Untuk mewujudkan pembangunan baik di daerah-daerah maupun pada tingkat nasional fungsi tanah merupakan unsur penting dalam menunjang pembangunan. Contoh pembangunan sebagai implementasi fungsi social tanah tersebut antaralain : jalan raya, jembatan, Pelabuhan, bangunan untuk industri pertambangan, perumahan dan kesehatan masyarakat serta lainnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan masional.
2. Dalam masa pembangunan dewasa ini persediaan tanah untuk proyek-proyek pembangunan sangatlah terbatas. Berkenaan dengan pengambilan tanah-tanah penduduk untuk keperluan pembangunan ada dua cara yang ditempuh pemerintah yaitu :
a. Pencabutan hak atas tanah (ontoi gening) adalah : Pengambilan tanah kepunyaan seseorang oleh negara secara paksa yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi terhapus tanpa yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban hukum.
b. Pembebasan tanah (prijsgeving) adalah : Melepaskan hubungan semula yang terdapat diantara pemegang atau penguasa tanah dengan cara memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah dengan pihak yang bersangkutan.
3. Pembebasan tanah yang dapat hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuandari pihak pemegang hak baik mengenai tekhnisnya besarnya ganti rugi yang diberikan terhadap tanahnya.

B. Harapan
Semoga keberadaan fungsi tanah dalam wilayah social yang telah memiliki aturan – aturan dalam pertanahan dapat digunakan sebgaaimana fungsi social tanah tersebut mengingat keberadaan tanah yang sangat terbatas ditengah kebutuhan pertanahan yang semakin tidak terbatas.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Analisis Lonjakan Parpol Pada Pemilu 2004

Sistem Kepartaian dan Pemilu di Indonesia

Adanya lonjakan jumlah partai politik yang lolos pada verifikasi parpol yang dinyatakan berhak ikut pemilu menimbulkan beberapa pertanyaan, misalnya “apa yang kira – kira menyebabkan antusiasme ikut pemilu bagi sejumlah parpol?” dan “apa pengaruh lonjakan jumlah parpol peserta pemilu tersebut bagi pemilu dan kehidupan perpolitikan Indonesia kedepannya?”
Jika kita meruntut sejarah parpol dan pemilu, maka akan lahir spekulasi bahwa (mungkin) saja akan terjadi pengerucutan partai kembali pada pemilu 2009, misalnya jika kita urut dari pemilu pasca penggulingan rezim orba sejak dari pemilu tahun 1999 yang terdapat 49 parpol, kemudian dikecilkan lagi menjadi 24 parpol pada pemilu 2004. Namun, tak disangka kemudian bahwa ternyata yang tercatat lolos verifikasi itu sebanyak 38 partai.
Penyebabnya mungkin saja, akibat gejolak dari semangat berdemokrasi yang diperlihatkan melalui terakomodasinya hasrat – hasrat untuk terlibat langsung dalam ruang – ruang politik melalui kendaraan partai yang menanunginya, maka berhamburanlah orang – orang mendirikan parpol.
Akibatnya yang kemungkinan hadir, antara lain :
1. Makin banyak parpol, makin besar pula beban APBN
Berdasarkan Undang Undang no 2 tahun 2008 tentang partai politik disebutkan bahwa sumber dana partai politik berasal dari :
a. iuran anggota
b. sumbangan yang sah menurut hokum
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dari poin nomor tiga, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak parpol maka APBN/APBD akan semakin terbebani. Sungguh ironi sekali, disaat himpitan ekonomi yang semakin menyengsarakan rakyat, justru Partai politik berlomba-lomba untuk mendaftarkan diri menjadi peserta pemilu 2009. Walaupun mereka menggembar gemboran “Akan Memperjuangan rakyat” namun toh sama saja menyengsaraan rakyat. Bukankah dengan mengambil dana dari APBN/APBD sama juga mengambil dana dari rakyat?

2. Adanya Oknum yang tidak bertanggung jawab
Yang dimaksud dengan oknum tidak bertanggung jawab adalah para pendiri parpol yang sengaja memanfaatkan kesempatan menjelang pemilu 2009. Apa kesempatan itu? Yaitu berupa bantuan dana dari pemerintah yang diambilkan dari APBN/APBD. Salah satu pejabat KPU menyatakaan bahwa ada salah satu parpol yang tidak mencantuman alamatnya dengan tepat, alhasil setelah ditinjau kelapangan, yang diperoleh adalah warung kopi. Bukan sekretariat partai politik. Setelah dimintai keterangan, si pendiri parpol tersebut mengatakan dengan enteng : “Yaaa… dengan begini kan nantinya saya dapat bantuan dari pemerintah“.
Adapun beberapa peristiwa dan wacana lain yang muncul seputar penyelenggaraan pemilu 2009 khususnya pemilu capres dan cawapres untuk periode 2009 - 2014, yakni pasangan JK-Wiranto dan Megawati-Prabowo mengajukan keberatan terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara Pilpres 2009 yang telah ditetapkan KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), masing-masing dengan perkara nomor 108/PHPU.B-VII/2009 dan 109/PHPU.B-VII/2009. Isi keberatan yang diajukan kedua pasangan antara lain sebagai berikut:
a. Kekacauan masalah penyusunan dan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT)
b. Regrouping dan/atau pengurangan jumlah TPS
c. Adanya kerjasama atau bantuan IFE
d. Adanya spanduk buatan KPU mengenai tata cara pencontreng
e. Beredarnya formulir ilegal model “C-1 PPWP”
f. Adanya berbagai pelanggaran administratif maupun pidana
g. Adanya penambahan perolehan suara SBY-Boediono serta pengurangan suara Mega-Prabowo dan JK-Wiranto.

KPU berikut KPUD seluruh Indonesia menjadi termohon dan Bawaslu serta pasangan SBY-Boediono menjadi pihak terkait. Sidang kedua perkara ini digabungkan oleh MK karena melihat adanya kesamaan pokok perkara. Persidangan terbuka dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 4 Agustus 2009 (pemeriksaan perkara), 5 Agustus 2009 (mendengar keterangan termohon, pihak terkait, keterangan saksi, dan pembuktian), dan 6-7 Agustus 2009 (pembuktian). Pada tanggal 12 Agustus 2009, majelis hakim konstitusi membacakan putusannya, dimana dalam amar putusan menyatakan bahwa permohonan ditolak seluruhnya. Putusan ini diambil secara bulat oleh seluruh hakim konstitusi, tanpa dissenting opinion.
Setelah keluarnya putusan MK tersebut, pada 18 Agustus 2009, KPU menetapkan SBY-Boediono sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2009-2014. Diantara banyaknya wacana dan kejadian seputar penyelenggaraan pemilu pada tahun 2009 lalu, yang berakhir dengan kemenangan SBY – Boediono, maka dapat mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pemilu yang bersih dari praktek black campaign dan persaingan secara sehat antarkandidat masih sangat jauh dari angan – angan. Sementara, apapun namanya, nasib bangsa selama tiga tahun berada pada bagaimana penyelenggaraan pemilu yang tak cukup dari satu hari tersebut. Pemilu menjadi sebuah konsekunsi logis dari kedaulatan rakyat yang kita anut. Namun kenyataannya, selalu terbuka peluang penyimpangan kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan penguasa.
Pada tingkatan yang ideal, Pemilu adalah peristiwa politik yang membuka kemungkinan bagi terjadinya pergantian kekuasaan secara damai dan teratur. Serta, adapun output pemilu yang diharapkan berupa pemerintah yang absah, yaitu pemerintah yang bisa memberikan kesejahteraan dan ketenteraman pada hidup mereka. Karena itu harus menjadi perhatian kita, apakah pergantian pemerintahan akan menjamin kelangsungan tahap pembangunan yang sudah kita capai saat ini dan kalau mungkin meningkatkannya.
Di dalam pemilu, yang harus dikedepankan adalah program. Itulah yang
ditawarkan ke rakyat. Dan kalau mereka terpilih harus dilaksanakan. Kalau
tidak, mereka harus mempertanggungjawabkannya. Apakah ini terjadi di Indonesia?? Sepertinya untuk saat ini masih jauh dari itu, semoga kedepannya bisa semakin baik.

Sumber Refrensi :
http://aditcenter.wordpress.com/2008/07/13/kejanggalan-pemilu-2009-bagi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_Umum_Presiden_dan_Wakil_Presiden_Indonesia_2009
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/06/12/0020.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Rumi dan Cak Nur

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ranah pemikiran keislaman secara mengglobal, maka sosok Jalaluddin Rumi menjadi suatu sosok Islam yang sangat terkenal dengan puisi – puisi religiusnya yang sangat menginspirasi bagi para penikmat tulisannya, dan berbicara Islam dalam konteks keIndonesiaan, kita dapat melihat pada sosok Nurcholish Majid yang merupakan salah satu sosok paling fenomenal dan legendaris sepanjang sejarah pemikiran keislaman. Dengan berbekal pengalaman dan pengetahuan yang mendalam ia mampu memproduksi ide-ide cemerlang tentang konsep-konsep dan berhasil mengkolaborasikan antara pemikiran-pemikiran konservatif dengan pemikiran-pemikian kontemporer. Dengan demikian Nurcholish Majid telah mewariskan kepada umat islam sebuah ensiklopedia pemikiran yang sangat kaya yang diramu dari berbagai peradaban umat manusia.
Sebuah hal yang tidak berlebihan kiranya, sehingga penulis dalam makalah ini mengangkat pemikiran – pemikiran serta karya – karya dua tokoh pemikir keislaman tersebut jika kita menyibak hal di atas. Dua pemikiran tentang Islam yang menyentuh dan tentang islam yang plural. Dua pemikiran yang memiliki sudut pandang tinjauan masing – masing dari dua tokoh yang hidup dan bertumbuh di zaman yang berbeda.
Hadirnya makalah ini, berusaha untuk kemudian mengangkat dua pemikiran tersebut, yang kiranya akan mampu menginspirasi kita semua guna menjadi hamba yang lebih baik dihadapan Sang Pencipta.

B. Rumusan Masalah
Terdapat dua poin penting yang akan Penulis jewantahkan dalam pembahasan makalah ini, yang garis besarnya akan menyangkut pada “bagaimana bentuk pemikiran tokoh Jalaluddin Rumi dan Nurcholis Madjid dalam memaknai keberislaman serta apa dedikasi atau karya – karya besar yang telah mereka lahirkan bagi sepanjang perjalanan hidupnya serta bagi kehidupan orang – orang banyak?”.

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai berkaitan dengan masalah yang telah Penulis rumuskan di atas, yakni Kita, dan terkhusus bagi Penulis sendiri, dapat mengetahui, memahami, dan menjadikan refrensi bagi peningkatan kualitas hidup dari bentuk pemikiran tokoh Jalaluddin Rumi dan Nurcholis Madjid dalam memaknai keberislaman serta apa dedikasi atau karya – karya besar yang telah mereka lahirkan bagi sepanjang perjalanan hidupnya serta bagi kehidupan orang – orang banyak.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Tokoh
1. Jalaluddin Rumi
Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama ”Rumi” adalah seorang sufi|penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Balkh. Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan alhi matematika Omar Khayyam. Di kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan.
Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain. Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.
Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu. Ia baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut mengajar pada perguruan tersebut.
Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, ia juga menjadi da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu di Konya banyak tokoh ulama berkumpul. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai penjuru dunia.
Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika ia sudah berumur cukup tua, 48 tahun. Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang punya murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana seorang ulama, ia juga memberi fatwa dan tumpuan ummatnya untuk bertanya dan mengadu.

2. Nurcholis Madjid
Nurcholis Madjid, yang populer dipanggil Cak Nur lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret 1939. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi. Dari kedua orang tuanya, dia mewarisi darah intelektualisme dan aktivisme dua organisasi besar Islam di Indonesia yang sangat berpengaruh yaitu Masyumi yang “modernis” dan Nahdlatul Ulama (NU) yang “tradisionalis”.
Nurcholish memperoleh pendidikan dasarnya di Madrasah al-Wathaniyyah yang diasuh oleh ayahnya. Kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di Pesantren Dar al- `lum, Jombang. Pesantren ini salah satu pusat penting kaderisasi tradisionalisme Islam NU. Karena merasa tidak puas, dia kemudian minta kepada ayahnya untuk dipindahkan ke Pondok Modern Gontor di Ponorogo, Jawa Timur. Sebuah pesantren modern yang aspirasi keIslamannya lebih dekat kepada modernisme Islam Masyumi.
Tahun 1962, Nurcholish hijrah ke Jakarta, untuk melanjutkan pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Jakarta (Sekarang Universitas Islam Negeri). Saat kuliah di IAIN ini dia mulai berkiprah di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa (HmI), yang didirikan pada tahun 1947. Dia menyelesaikan studi kesarjanaan IAIN Jakarta tahun 1968. Kemudian tokoh HmI ini menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984), dengan disertasi tentang filsafat dan khalam Ibnu Taimiya.
Nurcholish Madjid kecil semula bercita-cita menjadi masinis kereta api. Namun, setelah dewasa malah menjadi kandidat masinis dalam bentuk lain, menjadi pengemudi lokomotif yang membawa gerbong bangsa meniti jalan pembaruan.
Sebenarnya menjadi masinis lokomotif politik adalah pilihan yang lebih masuk akal. Nurcholish muda hidup di tengah keluarga yang lebih kental membicarakan soal politik ketimbang mesin uap. Keluarganya berasal dari lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) dan ayahnya, Kiai Haji Abdul Madjid, adalah salah seorang pemimpin partai politik Masyumi.

B. Pemikiran Keislaman Tokoh
1. Jalaluddin Rumi
Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorang tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah thariqat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Thariqat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun l648. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indera dalam menentukan kebenaran. Di zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit itu. Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh indera dan akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengan cepat mereka ingkari dan tidak diakui.
Padahal menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan Iman kepada sesuatu yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat mata, yang diajarkan berbagai syariat dan beragam
agama samawi, bisa menjadi goyah. Rumi mengatakan, “Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat keagamaan adalah gagasan
yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan para budak yang tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya termasuk Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidakterikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya.”. Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya dengan mata kepala atau belum pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah penyembuhan yang terkandung dalam obat. “Padahal, yang lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.

2. Nurcholis Madjid
Lahirnya gagasan pluralisme agama merupakan sebuah refleksi dari pembacaan panjang Nurcholis Majid terhadap fakta sejarah kemajuan umat beragama yang sering kali menampilkan pemandangan yang menghayat dan traumatik. konflik, kekerasan, dan perang atas dasar kebencian yang diwarnai sentimen agama begitu tampak. Semisal dalam negeri sendiri di Sulawesi antara umat Islam dan Kristeni yang terus berkepanjangan. atau diluar negeri semisal konflik Katolik dan Islam di Filipina, Konflik Palestina – Israel,Hindu versus Islam di India dan lain sebagainya.
Sebagai sebuah konsep keagamaan yang mendasar, tentu dalam menggagas dan melontarkan ide pluralisme agama Nurcholish Majid mempunyai pijakan berfikir dan landasan normatif yang kuat dan capable. Dalam hal ini Nurcholish Majid bertendensi dengan firman Allah dalam surat Ali-Imran Ayat 64 dan 19. Artinya : Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
Namun Cak Nur tidak memaknai pluralisme sebagai gagasan yang menganggap semua agama sama, seperti anggapan orang awam. Pluralisme bagi Cak Nur adalah suatu landasan sikap positif untuk menerima kemajemukan semua hal dalam kehidupan sosial dan budaya, termasuk agama. Yang dimaksud dengan sikap positif adalah sikap aktif dan bijaksana. Pluralisme menurut rumusan Cak Nur (panggilan akrab Nurcholis Madjid) merupakan bagian dari sikap dasar dalam berislam. “Yaitu sikap terbuka untuk berdialog dan menerima perbedaan secara adil”, tandasnya. “Dengan keterbukaan dan sikap dialogis itu dimaksudkan agar kita memiliki etos membaca, membina, belajar, dan selalu arif.”
Pandangan pluralis Cak Nur tampaknya belum dipahami oleh masyarakat dan tokoh agama dengan baik. Menurut dosen Paramadina, masih banyak kalangan yang menyalahartikan makna pluralisme. Sebagian menganggap bahwa pluralisme adalah sikap atau gagasan yang meyakini kebenaran semua agama. Sehingga para pendukung gagasan pluralisme sering digolongkan dalam penganut relativisme agama. Bahkan tak jarang dari mereka yang dianggap sesat dan murtad.
Sikap seperti itulah yang nampaknya diyakini oleh mayoritas ulama yang ada di MUI (Majelis Ulama Indonesia). Hingga mereka pun terdesak untuk mengeluarkan fatwa tentang haramnya pluralisme. Pengharaman terhadap gagasan tersebut dinilai oleh Monib bukan tanpa konsekwensi. Fatwa anti pluralisme yang dikeluarkan oleh MUI berdampak luas dalam memengaruhi cara pandang masyarakat yang semakin kuat untuk memusuhi dan menolak kelompok lain agama atau kepercayaan. Hal itu terbukti dengan sikap penolakan masyarakat yang semakin lantang terhadap keberadaan Jama’ah Ahmadiyah yang juga difatwakan oleh MUI sebagai aliran sesat.
Sementara itu bagi Miftah, salah seorang pengelola IJABI (Ikatan Jama’ah Ahlul Bait) aksi kekerasan yang menimpa Ahmadiyah itu dikhawatirkan akan menimpa syiah. Karena syiah juga banyak ditentang oleh sebagian masyarakat. Pada masa-masa seperti sekarang inilah kita semakin merindukan sosok Cak Nur, tegasnya. “Ia selalu membela komunitas yang minoritas dan termarginalkan.”
Lebih lanjut dosen IAIN Sunan Gunung Djati itu menjelaskan sikap Cak Nur terhadap pluralisme. “Cak Nur selalu membedakan antara pluralitas dan pluralisme”, tandasnya. “Pluralitas bagi guru besar UIN Jakarta itu adalah keragaman hidup yang telah menjadi sunnatullah. Sedangkan pluralisme merupakan suatu sikap kejiwaan dan kedewasaan mental dalam menerima keragaman itu. Yang ditekankan pada pluralisme Cak Nur adalah sebuah sikap mental dan kedewasaan untuk bisa menerima perbedaan, karena tidak semuanya bisa menerima perbedaan”, tegasnya. “Dan apabila seseorang tidak dapat menerima pluralisme, itu karena pemahamannya yang belum dewasa.”
Meski Cak Nur banyak dinilai orang sebagai seorang pluralis sejati, tapi bagi mantan pengurus Muhammadiyah, Dawam Raharjo, Cak Nur bukanlah seorang pluralis. “Ia lebih tepat disebut sebagai seorang inklusif, bukan pluralis”, tandasnya dalam forum itu. Menurut tokoh Muhamadiyah yang berpikiran liberal ini, seorang pluralis bukan sekadar orang yang menerima perbedaan terhadap kebenaran agama yang berbeda. Tapi lebih jauh ia juga harus mempelajari kebenaran agama-agama lain dengan sikap yang adil.
Dawam menilai Cak Nur masih memandang semua agama sebagai cahaya, tetapi cahaya yang paling terang adalah Islam. Selain itu ia juga terjebak pada anggapan bahwa agama samawi lebih unggul dari agama bumi. Karena agama samawi diyakini sebagai agama pemberian Tuhan kepada manusia.
Cak Nur, lanjut Dawam, merupakan seorang teolog muslim dengan acuan Qur’an dan Sunnah (lebih khusus pada Qur’an). Dan dengan ide tauhidnya yang keras Cak Nur telah bersikap kurang adil. Di sinilah keterbatasan Cak Nur yang menurut Dawam belum sepenuhnya pluralis, tetapi baru sebagai seorang teolog inklusif. “Untuk menjadi pluralis, seseorang harus mempelajari agama-agama lain, sementara Cak Nur tidak pernah mempelajari agama-agama lain.”

C. Karya / Dedikasi Tokoh Sepanjang Hidupnya
1. Jalaluddin Rumi
Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio. Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.
Ciri khas lain yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi hal ini bukan dimaksud ia ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide.
Rumi ialah seorang penyair sufi yang prolifik. Menurut A. J. Arberry beliau menulis kurang lebih 34.662 bait puisi dalam bentuk ghazal (diwan), ruba`i dan mathnawi.
Di samping itu beliau juga menulis beberapa risalah tasawuf berdasarkan khutbah-khutbah yang disampaikan kepada murid-muridnya dan penduduk Qunya. Karya-karya Rumi yang terkenal ialah:
a. Diwan-i Shamsi Tabriz (Sajak-sajak Pujian Kepada Shamsi Tabriz).
Antologi ini terdiri daripada 36.000 bait puisi, sebahagian besarnya berbentuk ghazal. Dalam setiap maqta` (bait akhir) Rumi selalu mencantum nama Shamsi Tabriz sebagai pengganti nama dirinya. Nampak bahawa dalam Diwan-nya itu Rumi, sebagai penyair, mengidentifikasi dirinya dengan guru spiritualnya. Sebahagian besar sajak dalam antologi ini ditulis pada ketika penyairnya mengalami ekstase kerohanian. Sajak-sajak dalam Diwan sangat muzikal dan kaya akan ritme, sedangkan image-imagenya sangat hidup. Pengaruh ekstase dan tarian mistikal Tarikat Maulawiyah besar terhadap sajak-sajak dalam buku ini. Kerana penyairnya menumpukan perhatian pada makna, maka ghazal-ghazal dalam Diwan banyak yang menyimpang daripada prosodi dan metrum ghazal konvensional.
b. Mathnawi-i Ma`nawi
Kitab ini disebut juga Husami-namah (Kitab Husam). Apabila Diwan-i Shamsi Tabriz diilhami oleh Shamsi Tabriz, Mathnawi ditulis untuk memenuhi permintaan Husamuddin, salah seorang murid Rumi. Husamuddin meminta gurunya agar bersedia memaparkan rahsia-rahsia ilmu tasawuf dalam sebuah sebuah karya sastera seperti Hadigah al-Haqiqah karya Sana`i dan Mantiq al-Tayr karya Fariduddin `Attar. Buku ini dikerjakan selama 12 tahun, dibahagikan kepada 6 jilid, terdiri daripada 35.700 bait sajak. Terjemahan dalam bahasa Inggeris tebalnya 2000 muka surat. Abdurrahman Jami, penulis sufi abad ke-15 menyatakan bahawa Mathnawi-i Ma`nawi merupakan Tafsir al-Qur`an dalam bahasa Persia (Hast Qur`an dar zaban-i Pahlavi). Yang dimaksud tafsir di sini ialah ta`wil atau tafsir spiritual terhadap ayat-ayat al-Qur`an yang ditulis dalam bentuk prosa-puisi yang indah atau mathnawi. Buku ini dipandang oleh para penilai sebagai karya sastra sufi terbesar sepanjang zaman. Nilai didaktik dan sasteranya amat mengagumkan. Setiap jilid memuat pendahuluan dalam bahasa Arab, dan selanjutnya Rumi menggunakan bahasa Parsi. Rumi menghuraikan luasnya lautan semangat kerohanian dan perjalanan manusia menuju dunia dan daripada dunia menuju kebenaran hakiki.
c. Ruba`iyat
Walaupun tidak masyhur sebagaimana kedua-dua karya Rumi di atas, namun sajak-sajak dalam buku ini tidak kurang indah dan agung. Ruba-iyat terdiri daripada 3.318 bait puisi. Melalui bukunya ini, sebagaimana melalui sajak-sajaknya dalam Diwan, Rumi menunjukkan diri sebagai penyair lirik yang agung.
d. Fihi Ma Fihi (Di Dalamnya Ada Seperti Yang Ada Di Dalamnya)
Himpunan percakapan Rumi dengan rakan-rakan dan murid-muridnya. Buku ini kaya dengan hikmah dan membicarakan persoalan-persoalan yang dipertanyakan oleh murid-murid atau sahabat-sahabat dekat Rumi tentang berbagai perkara kemasyarakatan dan keagamaan.
e. Makatib
Himpunan surat-surat Rumi kepada sahabat-sahabat dekatnya, terutamanya Shalaluddin Zarkub dan seorang menantu perempuannya. Dalam buku ini Rumi mengungkap kehidupan spiritualnya sebagai seorang penempuh jalan kerohanian. Di dalamnya juga terkandung nasihat-nasihat Rumi kepada murid-muridnya berkenaan perkara-perkara praktikal dalam jalan tasawuf.
f. Majalis-i Sab`ah
Himpunan khutbah Rumi di masjid dan majlis-majlis keagamaan.

2. Nurcholis Madjid
Menurut hasil penelitian Charles Kurzman (1998) ia mengkatagorikan Cak Nur sebagai tokoh islam liberal karena Cak Nur disejajarkan dengan Muhammad Iqbal dan kawan-kawan karena garis perjuangannya banyak diilhami gagasan Fazlur Rahman, yang kita kenal sebagai pemrakarsa gagasan progresif tentang neo-modernisme Islam, dan bila melihat latar belakang pendidikan yang ditempuh oleh Cak Nur. Ia pernah belajar di barat yaitu di Universitas Chicago AS (1984), jadi Cak Nur pasti dipengaruhi walaupun hanya sedikit. Cak Nur dilahirkan dari lingkungan pesantren dan menjadi representasi-istilahya sendiri- "santri yang canggih", yaitu sosok santri terpelajar, memahami kompleksitas dunia modern, dan mengerti bagaimana sebagai seorang Muslim hidup di dunia modern. Hal ini menjadi concern utamanya. Menurutnya, umat Islam harus disiapkan secara teologis memasuki dunia modern, terutama berhadapan dengan isu-isu pemikiran baru atau modern. Keseimbangan ini berarti menggabungkan khazanah tradisi keagamaan yang kaya, yang dikuasai kaum santri, dengan khazanah modern yang dikuasai golongan modernis. Ungkapan bahasa Arab yang sering dipakai sebagai visi Islam di Indonesia yang ia mimpikan adalah tercapainya sintesis kaum modernis dan tradisionalis (maksudnya Muhammadiyah atau Masyumi, dan NU), di mana mereka akan bersama bekerja secara kreatif untuk "mempertahankan yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik". Visi inilah yang disebutnya "neomodernis".
Beberapa peranan yang pernah diembannya dalam perjalanan karirnya, antara lain :
• Anggota MPR-RI 1987-1992 dan 1992–1997
• Anggota Dewan Pers Nasional, 1990–1998
• Ketua Yayasan Paramadina, Jakarta 1985–2005
• Fellow, Eisenhower Fellowship, Philadelphia, Amerika Serikat, 1990
• Anggota Komnas HAM, 1993-2005
• Profesor Tamu, Universitas McGill, Montreal, Kanada, 1991–1992
• Wakil Ketua, Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), 1990–1995
• Anggota Dewan Penasehat ICM, 1996
• Penerima Cultural Award ICM, 1995
• Rektor Universitas Paramadina Mulya, Jakarta 1998–2005
• Penerima Bintang Mahaputra, Jakarta 1998

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jalaluddin Rumi
Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorang tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah thariqat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Thariqat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun l648. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indera dalam menentukan kebenaran.
2. Nurcholis Madjid
Cak Nur tidak memaknai pluralisme sebagai gagasan yang menganggap semua agama sama, namun Pluralisme bagi Cak Nur adalah suatu landasan sikap positif untuk menerima kemajemukan semua hal dalam kehidupan sosial dan budaya termasuk agama. Pandangan pluralis Cak Nur tampaknya dipahami oleh masyarakat dan tokoh agama dengan baik. Menurut dosen Paramadina, masih banyak kalangan yang menyalahartikan makna pluralisme. Sebagian menganggap bahwa pluralisme adalah sikap atau gagasan yang meyakini kebenaran semua agama. Sehingga para pendukung gagasan pluralisme sering digolongkan dalam penganut relativisme agama. Bahkan tak jarang dari mereka yang dianggap sesat dan murtad.

B. Harapan
Semoga dua pemikiran dari tokoh islam tersebut dapat menjadi inspirasi tersendiri bagi kita dalam memaknai hidup dan “kehidupan setelah hidup” guna menjadi insan yang memiliki kualitas diri yang semakin lebih baik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Psikologi Sosial :: Kebutuhan (Needs)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergera untuk berusaha mendapatkannya.
Semakin meningkatnya kompleksitas kebutuhan manusia dan dengan semakin menipisnya persediaan pemenuhan kebutuhan yang ada, maka otomatis akan semakin memicu daya kreatifitas berpikir manusia untuk masing – masing memenuhi apa yang kemudian ia butuhkan.
Hal tersebut, tak ayal pula dapat menciptkan kekaburan antara kebutuhan da keinginan, pun ditambah lagi dengan hadirnya hegemoni kebutuhan sehingga orang – orang semakin sulit memisahkan dan membedakan hal – hal apa saja yang kemudian ia butuhkan dan perlu untuk segera dipenuhi dengan yang manakah yang hanya merupakan sebtas keinginan belaka.
Dengan hadirnya makalah ini, maka diharapkan agar dapat membentuk kerangka pikir kita dalam membedah macam – macam kebutuhan mendasar manusia agar tidak terjebak pada kekeliruan dalam pemenuhan kebutuhan dasar kita.

B. Rumusan Masalah
Beberapa hal yang akan dijabarkan dalam pembahasan makalah ini antara lain:
1. Apakah definisi dari kebutuhan itu?
2. Bagaimana macam – macam kebutuhan manusia?
3. Bagaimana pola perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya?

C. Tujuan
Poin yang ingin dicapai dalam makalah ini, yakni :
1. Memahami definisi kebutuhan
2. Mengidentifikasi macam – macam kebutuhan manusia
3. Memahami pola perilaku manusia dalam mencapai pemenuhan kebutuhannya.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kebutuhan
Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha.
Model akademis kebutuhan yang paling terkenal adalah model yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Dalam model itu, ia menyatakan bahwa manusia memiliki berbagai tingkat kebutuhan, mulai dari keamanan sampai aktualisasi diri. Model ini kemudian dikembangkan lagi oleh Clayton Alderfer.
Studi akademis tentang kebutuhan mencapai puncaknya pada tahun 1950-an. Saat ini, studi tentang kebutuhan kurang banyak diminati. Meskipun begitu, ada beberapa studi terkenal yang berhubungan dengan kebutuhan, misalnya studi yang dilakukan oleh Richard Sennett yang meniliti tentang pentingnya rasa hormat. Studi lain yang dipelajari adalah tentang konsep kebutuhan intelektual yang teliti dalam kependidikan.
Model Compassionate Communication, dikenal juga dengan nama Nonviolent Communication (NVC) buatan Marshall Rosenberg menyebutkan tentang adanya perbedaan antara kebutuhan universal manusia (apa yang menopang dan mendorong kehidupan manusia) dengan strategi tertentu untuk memuaskan kebutuhan itu. Bertentangan dengan Maslow, model Rosenberg tidak membagi kebutuhan ke dalam hierarki-hierarki tertentu. Dalam model tersebut, perasaan dijadikan indikator apakah kebutuhan itu telah terpuaskan atau belum. Salah satu tujuan dari model Rosenberg ini adalah mendorong manusia untuk mengembangkan kesadaran bahwa kebutuhan makhluk hidup akan terus bertambah sepanjang hidupnya sehingga manusia harus berusaha mencari strategi yang lebih efektif untuk menutupi kebutuhannya itu.

B. Macam – Macam Kebutuhan Dasar Manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena budaya, maka kebutuhan tersebutpun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergera untuk berusaha mendapatkannya.
Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Dasar Manusia, antara lain sebagai berikut :
1. Penyakit. Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis, karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan besar dari biasanya.
2. Hubungan Keluarga. Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain.
3. Konsep Diri. Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan.
4. Tahap Perkembangan. Sejalan dengan meningkatnya usia manusia mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda untuk setiap tahap perkembangan.

Kebutuhan Dasar Menusia menurut Susunan Tubuh Manusia
Tubuh kita, berdasarkan susunan wujud fisiknya, dapat dibagi menjadi lima bagian. Bila kita urutkan dari bawah ke atas maka urutannya adalah kelima bagian tersebut adalah: kaki, alat kelamin, perut, dada dan kepala.
Dilihat dari segi kedokteran atau pun secara biologis, mungkin pembagian tersebut di atas kurang tepat sesuai dengan masing-masing fungsi biologisnya, tetapi kemudian sebuah pemikiran baru diajukan tentang lima kebutuhan dasar manusia berdasarkan pembagian struktur tubuh menjadi lima bagian tersebut, yang diartikan sebagai kebutuhan keamanan, seks, ekonomi, rohani dan inovasi, sehingga menjadi lebih mudah dipahami.
Bukan hanya dari sisi kita sebagai manusia saja, dari sisi hubungan antarpersonal dalam masyarakat sosial, organisasi profit non-profit, bahkan hingga institusi negara pun, dalam pemenuhan kelima kebutuhan dasar manusia ini, masing-masing fungsi sebagai pribadi, organisasi, perusahaan bahkan negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, dapat dipahami dengan lebih mudah.
1. Kebutuhan Keamanan (Safety Needs), yaitu kebutuhan akan perlindungan keselamatan terhadap bahaya atau kekerasan, setelah kebutuhan ekonomi, relatif (tidak harus sepenuhnya) terpenuhi.
2. Kebutuhan Seks (Sex Needs), yaitu kebutuhan pelampiasan dorongan seksual, bagi mereka yang sudah matang fungsi biologisnya. Kesalahan mendasar & fatal Sigmund Freud (1856-1939) adalah menfokuskan pembahasan psikologinya bahwa semua KDM manusia bersala dari kebutuhan seks ini. Tak dapat kita salahkan pandangan Freud tersebut, bila kita dapat memahami keadaan sosial masyarakat di jamannya, yang sangat tabu membicarakan masalah seks. Pandangan Freud adalah pemberontakannya kepada masyarakat di jamannya.
3. Kebutuhan Ekonomi (Economical Needs) timbul sejak seorang manusia lahir hingga meninggalnya. Tanpa pemenuhan kebutuhan primer untuk fisik jasmani ini, seorang manusia tak mungkin bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Kebutuhan ini harus dipenuhi, sebelum kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kebutuhan makanan dan minuman adalah kebutuhan dasar, yang menjadi pusat kebutuhan fisik manusia.
4. Kebutuhan Rohani (Spritual Needs), yaitu kebutuhan akan penghargaan untuk penghormatan diri, status, perhatian hingga penerimaan orang lain, yang muncul bila ketiga kebutuhan sebelumnya telah dapat terpenuhi. Juga kebutuhan akan afiliasi, persahabatan serta memberi dan menerima kasih sayang/dihargai dengan/dari/oleh orang lain dalam kehidupan sosial masyarakat. Walaupun menurut Maslow kebutuhan sosial & prestise ini jarang dapat dipuaskan, menurut pemikir kebutuhan keempat inilah pokok permasalahan kemanusiaan bermula, kepercayaan kepada kekuatan Dzat yang lebih segala-galanya dari pada dirinya, tujuan hidup sebenarnya berada, dan obyek pendidikan yang seharusnya dilakukan. Dalam sejarah para Nabi dan orang-orang besar, walaupun kebutuhan-kebutuhan lainnya tidak/belum terpenuhi, tetapi kebutuhan rohaninya telah terpenuhi, sehingga mereka tetap dapat terus bertahan hidup untuk mendidik masyarakat kaumnya, bahkan ditulis dengan tinta emas dalam sejarah manusia. Jadi, selain kebutuhan jasmani manusia yang berpusat di perut, kebutuhan ruhani manusia berpusat di hati, di rongga dada.
5. Kebutuhan Inovasi (Innovation Needs) merupakan kebutuhan terakhir apabila keempat kebutuhan lainnya di atas telah terpenuhi, yang dapat mendorong perilaku seseorang untuk dapat mempertinggi kemampuan kerja dengan mengoptimalkan fungsi akal untuk berinovasi, salah satu kelebihan yang diberikan Pencipta khusus untuk manusia. Yang dimaksud dengan kebutuhan inovasi adalah kebutuhan optimalisasi fungsi akal untuk berpikir, meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan baru untuk lebih memudahkan dirinya dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Masing-masing kebutuhan yang disebutkan sebelumnya, sebagaimana dalam teori psikologi humanistiknya Maslow, lima kebutuhan dasar tersebut pun harus dipenuhi secara linear, seperti anak-anak tangga dalam susunan piramid, yang harus dinaiki step-by-step.




 Gambar Piramida Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia menurut Teori Maslow


Dengan model ini, Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan manusia bertingkat, mulai dari kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi pada bagian bawah piramid, dan kebutuhan manusia meningkat terus ke atas apabila jenis kebutuhan yang dasar sudah terpenuhi.
1. Kebutuhan fisiologi
Pada dasarnya, manusia harus memenuhi kebutuhan fisiologisnya untuk dapat bertahan hidup. Pada hirarki yang paling bawah ini, manusia harus memenuhi kebutuhan makanan, tidur, minum, seks, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan fisik badan. Bila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi, maka manusia akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara normal. Misalnya, seseorang mengalami kesulitan untuk mendapatkan makanan, sehingga ia menderita kelaparan, maka ia tidak akan mungkin mampu untuk memikirkan kebutuhan akan keamanannya ataupun kebutuhan aktualisasi diri. Logika sederhananya: bagaimana seseorang dapat memikirkan prestasi atau aktualisasi diri, bila dirinya terus menerus dihantui rasa ketakutan akan kelaparan?
2. Kebutuhan Keamanan (safety)
Pada hirarki tingkat kedua, manusia membutuhkan rasa keamanan dalam dirinya. Baik keamanan secara harfiah (keamanan dari perampok, orang jahat, dan lain-lain), maupun keamanan secara finansial ataupun hal lainnya. Dengan memenuhi kebutuhan keamanan tersebut, dapat dipastikan bahwa kebutuhan manusia dapat berlanjut ke tahap berikutnya, yaitu kebutuhan kasih sayang dan sosial.
3. Kebutuhan kasih sayang / sosial (Love/belonging)
Setelah memenuhi 2 kebutuhan yang bersifat individu, kini manusia menapaki kebutuhan untuk diterima secara sosial. Emosi menjadi “pemain” utama dalam hirarki ketiga ini. Perasaan menyenangkan yang dimiliki pada saat kita memiliki sahabat, seseorang untuk berbagi cerita, hubungan dekat dengan keluarga adalah tujuan utama dari memenuhi kebutuhan sosial ini.
4. Kebutuhan Percaya Diri (Esteem)
Semua orang pasti ingin dihormati dan ingin merasa berguna bagi orang lain. Kebutuhan semacam ini tertuang pada hirarki pada tahap keempat dalam piramid Abraham Maslow. Kebutuhan untuk percaya diri ini biasanya muncul setelah ketiga kebutuhan yang lebih mendasar sudah terpenuhi, meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa kebutuhan semacam ini dapat muncul tanpa harus memenuhi ketiga kebutuhan yang lebih mendasar.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization)
Umumnya, kebutuhan ini akan muncul bila seseorang merasa seluruh kebutuhan mendasarnya sudah terpenuhi. Pada hirarki ini, biasanya seseorang akan berhadapan dengan ambisi untuk menjadi seseorang memiliki kemampuan lebih. Seperti mengaktualisasikan diri untuk menjadi seorang ahli dalam bidang ilmu tertentu, atau hasrat untuk mengetahui serta memenuhi ketertarikannya akan suatu hal.

C. Pola Perilaku Manusia dalam Pemenuhan Kebutuhan
Dalam perjalanan sejarah, kebutuhan ketiga dan keempat sering ter-reduksi (tersatukan) menjadi satu tingkat kebutuhan saja, kebutuhan ekonomi saja atau kebutuhan rohani saja, yang menjadikan kehidupan manusia terpolarisasikan menjadi grup sekuler yang sepenuhnya mencari kebahagiaan palsu di dunia saja, atau grup zuhud dengan menjadi ahli tasawuf, kependetaan, kebiarawatian yang anti-dunia, dan hanya mengejar kebahagiaan di akherat saja. Yang terbaik adalah grup yang tidak menafikan salah satunya, tetapi mereka yang dapat menyeimbangkan kedua kebutuhan tersebut, antara kebutuhan perut (ekonomi, jasmani) dan kebutuhan hati (ruhani).
Selain itu, terdapat pula ciri manusia yang dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya mengalami kekaburan, hilang identitas, sehingga kurang dapat mengenali dirinya dan kebutuhannya. Keinginan kadang terbiaskan menjadi kebutuhan (semu), begitupun sebaliknya.
Menurut Maslow orang dewasa secara normal memuaskan kira kira 85% kebutuhan fisiologis, 70% kebutuhan rasa aman, 50% kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40% kebutuhan harga diri serta 10% kebutuhan aktualisasi diri. Pernyataan tersebut cukup logis karena rata rata orang lebih termotivasi memenuhi kebutuhan yang sifatnya tidak bisa ditunda tunda lagi seperti makan, minum dan kebutuhan fisiologisnya. Sementara kebutuhan lainya masih bisa ditunda.
Dalam prosesnya teori Maslow menjelaskan bahwa tingkatan kebutuhan hirarki diatas dapat dicapai setiap manusia secara bertahap. Suatu tingkatan kebutuhan memerlukan pemuasan yang optimal apabila ingin berpindah ke tingkatan selanjutnya. Sifat statis teori ini mengindikasikan bahwa orang akan terus menerus berupaya memenuhi tingkatan kebutuhanya yang belum terpenuhi hingga puas dan tidak memotivasi dirinya lagi. Jika keadaan sudah puas terjadi orang akan berpindah ke kebutuhan selanjutnya yang nilai kepuasanya lebih tinggi dan memerlukan upaya yang lebih tinggi lagi. Begitulah seterusnya hingga manusia mencapai kepuasan tertinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri di masyarakat.
Namun, keadaan setiap individu yang berbeda beda baik dari segi ekonomi, status, jabatan dan lain lain menyebabkan kebutuhan setiap individu berbeda beda dan berada dalam berbagai tingkatan.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat bermacam – macam teori tentang kebutuhan manusia. Pada dasarnya, manusia memiliki suatu kebutuhan yang sangat fundamental, yang oleh Susunan Tubuh manusia dibagi menjadi lima. Kelima kebutuhan dasar tersebut, antara lain : 1. Kebutuhan keamanan, 2. Kebutuhan seks, 3. Kebutuhan ekonomi, 4. Kebutuhan rohani / spiritual, dan 5. Kebutuhan inovasi / aktualisasi diri.
Adapun teori kebutuhan Abraham Maslow dikenal dengan istilah kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tersebut dibuatkannya hierarki yang seyogyanya akan berusaha dipenuhi oleh manusia layaknya pola anak tangga (selangkah demi selangkah). Dari kebutuhan akan kebutuhan fisiologi, kebutuhan keamanan, kebutuhan akan cinta dan kasih saying, kebutuhan akan rasa percaya diri, serta kebutuhan akan aktualisasi diri.
Manusia berpindah ke tingkatan selanjutnya. Sifat statis teori ini mengindikasikan bahwa orang akan terus menerus berupaya memenuhi tingkatan kebutuhanya yang belum terpenuhi hingga puas dan tidak memotivasi dirinya lagi. Jika keadaan sudah puas terjadi orang akan berpindah ke kebutuhan selanjutnya yang nilai kepuasanya lebih tinggi dan memerlukan upaya yang lebih tinggi lagi. Begitulah seterusnya.
Namun, keadaan setiap individu yang berbeda beda baik dari segi ekonomi, status, jabatan dan lain lain menyebabkan kebutuhan setiap individu berbeda beda dan berada dalam berbagai tingkatan

B. Harapan
Berkaitan dengan pembahasan makalah, agar kiranya manusia dapat mencerna kebutuhan mendasar dirinya. Sehingga dalam pemenuhannya tidak mengalami kekeliruan, berikut dengan pola pemenuhan kebutuhan yang tepat pula.
Berkaitan dengan penyajian makalah, agar kiranya kritik yang membangun dari seluruh pihak demi penyempurnaan makalah / karya tulis selanjutnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS