RSS

Analisis Perbandingan Sistem Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004

A. UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004,
beserta penjelasan umum

Undang – Undang No. 22 tahun 1999
Pasal 99
Kewenangan Desa mencakup:
a. kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa;
b. kewenangan yang oleh peraturan pcrundang-undangan yang berlaku belum
dilaksanakan o1eh Daerah dan Pemerintah; dan
c. Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan/atau Pemerintah
Kabupaten.

Pasal 100

Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan/atau Pemerintah
Kabupaten kepada Desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

Kutipan penjelasan umum :
a. Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
b. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem penyelengaraan pemerintahan sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa bertanggung jawab pada Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada Bupati.
c. Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu, Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan.
d. Sebagai perwujudan demokrasi, di Desa dibentuk Badan Perwakilan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
e. Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa. Lembaga dimaksud merupakan mitra Pemerintah Desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat Desa.
f. Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan Desa, bantuan Pemerintah dan Pemerintah Desa, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman Desa.
g. Berdasarkan hak asal-usul Desa yang bersangkutan, Kepala Desa mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara/sengketa dari para warganya.
h. Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang bercirikan perkotaan dibentuk Kelurahan sebagai unit Pemerintah Kelurahan yang berada di dalam Daerah Kabupatn dan/atau Daerah Kota.
Undang – Undang No. 32 tahun 2004
Pasal 206
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangan-undangan diserahkan kepada desa.

Pasal 207
Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

Kutipan penjelasan umum :
Desa berdasarkan Undang-Undang ini adalah desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setem pat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan menge- nai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Undang-Undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun hetero- gen, maka otonomi desa akan diberi- kan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.
Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyaraka- tan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa. Kepala Desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat Desa yang dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disam paikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggung jawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa untuk menanyakan dan/atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal- hal yang bertalian dengan pertang- gung jawaban dimaksud. Pengaturan lebih lanjut mengenai desa seperti pembentukan, penghapusan, penggabungan, perangkat pemerintahan desa, keuangan desa, pembangu- nan desa, dan lain sebagainya dilakukan oleh kabupaten dan kota yang ditetapkan dalam peraturan daerah mengacu pada pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

B. Analisis UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004,
Tentang kewenangan / urusan Desa
Ketika reformasi melanda pemerintahan Indonesia, semua elemen masyarakat dan elemen pemerintahan menggugat pemerintah pusat yang selama hampir 32 tahun mensubordinasi semua tingkatan pemerintah. Desa termasuk salah satu elemen pemerintahan yang mengharapkan adanya reformasi yang dapat memberikan hak dan kewenangan desa yang otonom. Dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, posisi desa sebagai bagian otonomi daerah. Dimana kewenangan dan hak desa menjadi bagian kekuasaan Pemerintahan Kabupaten. Namun dalam UU tersebut, desa mendapat kesempatan untuk membangun pilar pemerintahan Desa yang oleh UU tersebut ada badan legislasi desa yang disebut BPD (Badan Perwakilan Desa). Dalam hal ini, BPD merupakan elemen yang sangat setrategis dalam menggerakan proses pembaharuan desa yang lebih demokratis dan menuju ke arah semi otonom. Indikatornya adalah:
(1) Desa dapat merumuskan dan mengesahkan peraturan desa yang memenuhi prinsip prinsip demokrasi.
(2) Desa dapat mengembangkan system pertanggungjawaban publik dengan cara BPD meminta LPJ Tahunan dan Limatahunan kepada penyelenggara pemerintah desa.
(3) Desa dapat mengembangkan dan medorong partisipasi warga melalui BPD untuk mengesahkan atau menolah rencana pembangunan desa.
(4) Desa dapat mengembangkan system menejemen yang terbuka dan terawasi rakyat melalui fungsi kontrol BPD.
(5) Desa dapat mengaktualisasi dan melindungi adat istiadat desa melalui fungsi BPD yang melindunginya.
(6) BPD dan kepala desa besrta pamong dapat membangun aliansi untuk melakukan advokasi hak dan kewenangan desa yang menurut UU 22/99 masih dikuasai Pemerintah kabupaten.
Walaupun UU 22/99 tidak secara tegas memberi peluang desa untuk memperoleh hak dan kewenangannya, namun “biang kerok” ambruknya demokrasi desa oleh camat sebagai penguasa di desa oleh UU tersebut cukup mampu dihilangkan. Sehingga desa sedikit terlepas dari cengkeraman kekuasaan pemerintah di atasnya. Lebih lebih dengan semangat kritis aliansi desa mendorong pihak pemerintahan kabupaten untuk mengeluarkan peraturan daerah dan kebijakan Bupati memberikan beberpa hak dan kewengan desa, maka beberapa desa di Indonesia sudah ada yang mempunyai hak dan kewenangan politik, sosial dan pemerintahan cukup besar.
Persoalan utama dalam pelaksanaan UU 22/99 adalah adanya resistensi para elite desa yang kurang nyaman (bahkan mungkin merasa terkurangi kepentingan dan keuntungannya ketika desa tidak ada demokrasi) dengan adanya proses demokratisasi di desa. Persoalan lain adalah adanya kekurang ikhlasan pihak pemerintahan kabupaten untuk memberi hak dan kewenangan desa yang dapat mengganggu dan mengurangi kewibawaan, power, keuntungan financial dll. Labih labih para camat merasa kehilangan segalanya dengan adanya UU 22/99. Secara idiologis nasional aliansi forum desa nasional dapat mengguncangkan peta kekuatan politik Parpol. Sehingga disinyalir elite politik nasional sangat khawatir terhadap lahirnya aliansi forum desa nasional dapat mengganggu dan mengancap kredibilitas dan legitimasi politik mereka. Sebab UU Politik partai politik masih berbasis elite ketimbang ke rakyat (consituen), sementara aliansi forum desa nasional lebih kongkrit basis consituennya. Maka dari itu tidak heran kalau UU 22/99 diganti UU 32/2004 yang menghilangkan potensi dan kecenderungan desa mempunyai hak hak politiknya.
UU 32/2004 cukup menekan proses demokratisasi desa dan menutuk kemungkinan desa untuk untuk memperoleh hak hak dan kewenangannya. Secara rinci UU 32/99 yang merugikan desa adalah:
(1) Di hilangkannya legislasi desa (BPD) sebagai elemen strategis berkembangnya demokratisasi dan otonomi desa dalam bidang pemerintahan.
(2) Kepala desa bertanggungjawab (dalam bentuk LPJ) bukan kepada rakyat desa tetapi kepada Bupati / Wali Kota melalui camat. Artinya hilangnya kedaulatan rakyat desa secara kongkrit.
(3) Tidak ada lagi perlindungan kepada adat istiadat desa oleh undang undang.
(4) Hampir semua pengaturan desa berada di Pemerintahan Kabupaten.
(5) Sekertaris desa secara bertahap diisi oleh PNS, dengan demikianadministrasi pemerintahan desa secara tidak langsung dikendalikan oleh birokrasi pemerintahan di atasnya.
(6) Di tunjukan sumber dana desa yang cukup kongkrit tetapi hak dan pengaturannya tidak jelas diberikan kepada desa.
(7) Pengelolaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa dibawah asuhan, bimbingan, kontrol dan arahan dari camat.

C. Daftar Pustaka
_____Undang-undang Republik Indonesia No.32&34 Tahun 2004. Bandung.Citra Umbara
_____Undang-Undang Republik Indonesia No.22 Tahun 1999. Sulawesi Selatan. Biro Pemerintah Desa Propinsi Sulawasi Selatan.
http://bappenas.go.id/node/123/3/uu-no22-tahun-1999-tentang-pemerintahan-daerah/
http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/otonomi-daerah/276-problematika-posisi-dan-kelembagaan-desa
http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+4&f=uu32-2004.htm
http://www.unisosdem.org/otonomi/uu22-penjelasan.htm
http://www.scribd.com/doc/21254246/uu-nomor-32-tahun-2004-tentang-pemerintah-daerah-dengan-penjelasan
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:OyB7Md8mM3MJ:repository.umm.ac.id/442/1/RINGKASAN_SKRIPSI.doc+kewenangan+BPD+desa+menurut+uu+22+tahun+1999&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar