BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di alam globalisasi di mana hubungan komunikasi dan pergaulan dunia seakan tanpa batas (borderless), jelas membuka peluang terjadinya proses akulturasi. Jika proses akulturasi akhirnya menghasilkan dominasi kebudayaan asing, berarti memusnahkan lokal genius. Ini tidak lain adalah pendangkalan budaya, yang tidak mustahil bermuara pada kehancuran budaya-budaya lokal, yang berakibat hilangnya jati diri suatu bangsa atau etnik. Terjadinya krisis jati diri (Identitas) nasional. Sebaliknya akulturasi yang membuahkan integrasi, tatkala budaya lokal mampu menyerap unsur-unsur budaya asing justru untuk memperkokoh budaya lokal, berarti menambah daya tahan serta mengembangkan identitas budaya masyarakat setempat.
Nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan sosial, dan rasa cinta tanah air yang pernah di anggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia, dan makin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai materialisme. Demikian pula kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar semakin terkikis oleh nilai-nilai yang dianggap lebih unggul. Identitas nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, serta tidak mampu-nya bangsa Indonesia mengadopsi budaya global yang lebih relevan bagi upaya pembangunan bangsa dan karakter bangsa (nation and character building).
Lajunya pembangunan ekonomi yang kurang diimbangi oleh pembangunan karakter bangsa telah mengakibatkan krisis budaya yang memperlemah ketahanan budaya bangsa. Dengan munculnya globalisasi, maka hal tersebut akan sangat memengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari dan menimbulkan faktor-faktor negatif dalam masyarakat, terutama munculnya diorientasi dan dislokasi. Disorientasi adalah proses kebingungan masyarakat karena kehilangan orientasi dalam kehidupan yang makin kompleks. Masyarakat kesulitan untuk mengambil keputusan atau menentukan pilihan dari tawaran yang makin banyak dan beragam, dari barang, jenis pekerjaan sampai gaya hidup. Sedangkan dislokasi adalah kondisi dimana setiap orang tidak tahu berada pada posisi dimana karena kompleksnya mikrokultur yang lahir karena gaya hidup global yang cepat menular. Dalam kondisi seperti itu, makin banyak warga masyarakat global yang semakin terpinggirkan oleh gegap gempita kehidupan yang kompetitif, teralienasinya individu dari masyarakatnya, terjadinya krisis identitas di segala lapisan.
Krisis Indonesia yang dimulai sebagai krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997 dan yang kemudian ditangani dengan kurang meyakinkan kepada pasar, berkembang menjadi krisis ekonomi, dan kemudian krisis kepercayaan kepada pemerintah dan negara. Krisis moneter telah mendatangkan keguncangan nasional namun pula telah menyadarkan kita bahwa krisis tersebut adalah sesuatu yang jauh lebih kompleks dari sekedar yang tampak pada permukaanya sebagai suatu krisis ekonomi belaka. Krisis ini bersumber pada 2 hal, hal yang pertama sudah tentu pasti adalah masalah ekonomi negara yang terlihat dari melemahnya nilai mata uang Indonesia di kancah dunia. Faktor penyebab yang kedua ini tidak dapat dijelaskan dengan sekedar teori ekonomi belaka, melainkan faktor penyebabnya adalah diluar bidang ekonomi.
Faktor penyebab yang kedua adalah krisis budaya atau lebih tepatnya adalah krisis moral, yang dapat dilihat sebagai menurunnya kadar moral selama lebih dari 30 tahun. Dengan melihat kebelakang, maka hal ini disebabkan oleh tata cara pemerintahan yang keliru yang dialami bangsa Indonesia di masa lalu. Terjadinya KKN kebebasan demokrasi tidak ditunjang oleh infra struktur mental yang kondusif. Sehingga masing-masing menterjemahkan dan mengaplikasikan demokrasi sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Krisis nasional telah memacu dilakukannya reformasi total. Namun disamping ini perkembangan dunia tanpa batas, yang telah mengimbaskan berbagai nilai global/ universal baru. Suatu negara agar dianggap sebagai negara bermartabat dan layak untuk menjadi warga dunia, cepat atau lambat akan mengadopsinya, karena menerima nilai-nilai global demikian ini merupakan prasyarat untuk dapat turut dalam perdagangan an percaturan dunia.
Hal inilah yang menjadi alasan kuat timbulnya krisis identitas warga negara Indonesia. Budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia tidak terfilter dengan baik. Semua kebudayaan asing baik bersifat positif ataupun negatif terserap utuh oleh para warga negara Indonesia. Bujuk rayu budaya barat yang bersifat individualisme, materialisme, dan kapitalisme, rupanya sesuai dengan permintaan pasar kaula muda di Indonesia. Sehingga ia laku bak barang diskonan. Pancasila pun mendapat banyak gugatan, sinisme, dan pelecehan terhadap kredibilitasnya sebagai dasar Negara, ataupun ideologi. Mereka tidak lagi senang apabila ia disebut sebagai warga negara Indonesia. Semua kebudayaan Indonesia yang dahulu terpatri dengan baik di hati para warga negara Indonesia telah tergantikan oleh budaya barat yang mempunyai idealisme yang bertolak belakang dengan idialisme Indonesia yang memiliki sifat ketimuran.
Hadirnya makalah ini, mencoba menggugah kembali kesadaran identitas nasional sebagai jati diri bangsa kita untuk mengembalikan kehidupan bertanah air kita kepada ruh yang sesungguhnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang melatar belakangi diangkatnya masalah identitas nasional bangsa Indonesia di atas, maka beberapa poin yang ingin dirumuskan pada bagian ini, antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan identitas nasional?
2. Apa yang menjadi unsur-unsur dan parameter identitas nasional?
3. Apa saja yang menjadi permasalahan terkait identitas nasional?
4. Bagaimana cara menghidupkan kembali identitas nasional?
C. Tujuan
Adapun tujuan hadrinya makalah ini, yakni sebagai autokritik dan bahan refleksi diri dalam mengenal falsafah identitas nasional kita. Pengenalan dan penjiwaan terhadap ruh identitas nasional kita akan dapat kembali termaknai tatkala kontemplasi tehadap identitas nasional itu sendiri terus kita gali.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Identitas Nasional
Pengertian kepribadian atau suatu identitas sebenarnya pertama kali muncul dari pakar psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami jika terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan manusia lainnya. Namun demikian pada umumnya pengertian atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdidri atas kebiasaan,sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain (Ismaun, 1981: 6).
Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendidri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, cirri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Jadi Identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat dengan wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah, sistim hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi.
Demikian pula hal ini juga sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan "manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hldup dan kehidupannya"(Wibisono Koento : 2005). Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku pula pada suatu kelompok. Adapun kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik, seperti budaya, agama, dan bahasa, maupun nonfisik, seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme. Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan dalam arti luas. Misalnya, dalam aturan perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, serta dalam nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang "terbuka" yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsirkan dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
B. Unsur – Unsur dan Parameter Identitas Nasional
1. Unsur – unsur Identitas Nasional
Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Ke-majemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa.
a) Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
b) Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Sesuai dengan fundamental falsafah Indonesia yakni Pancasila, sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa“ dalam sila ini terkandung bahwa Negara kita didirikan atas dasar agama dan warga negaranyapun wajib memilih 1 diantara 5 agama yang ada di Indonesia. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
c) Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. ”Kebudayaan..adalah kompleks keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan semua kemampuan dan kebiasaan yang lain yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota masyarakt” (Sir Edward Taylor, Sosiologi, Jilid 1, hal 58). Kebudayaan biasanya digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak di dalam suatu lingkungan masyarakat.
d) Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia. Bahasa nasional merupakan salah satu wujud rill persatuan dari berbagai suku yang ada disuatu Negara. Di Indonesia terdapat beragam bahasa beserta logatnya. Kita ingat dengan peristitwa histories pada tahun 1928 golongan pemuda Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan melalui peristiwa hhistoris yang disebut sumpah pemuda.
Dari unsur-unsur identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi beberapa bagian, antara lain :
a) Identitas fundamental/ ideal : Pancasila
b) Identitas instrumental : alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan, berupa UUD 1945, lambang negara, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.
c) Identitas religiusitas : Indonesia pluralistik dalam agama dan kepercayaan.
d) Identitas sosiokultural : Indonesia pluralistic dalam suku dan budaya
e) Identitas alamiah : Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia
2. Parameter Identitas Nasional
Parameter artinya suatu ukuran atau patokan yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu itu menjadi khas. Parameter identitas nasional berarti suatu ukuran yang digunakan untuk menyatakan bahwa identitas nasional itu menjadi ciri khas suatu bangsa.
Indikator identitas nasional itu antara lain:
a) Pola perilaku yang nampak dalam kegiatan masyarakat: adat-istiadat, tata kelakuan, kebiasaan.
b) Lambang-lambang yang menjadi ciri bangsa dan Negara : bendera, bahasa, lagu kebangsaan.
c) Alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan: bangunan, peralatan manusia, dan teknologi.
d) Tujuan yang dicapai suatu bangsa: budaya unggul, prestasi di bidang tertentu.
C. Masalah Identitas Nasional
1. Identitas nasional dan globalisasi
Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ). Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan. Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan :
a) Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
b) Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
c) Berkembangnya turisme dan pariwisata.
d) Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
e) Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
f) Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia nienjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan. Adapun yang perlu dicermati dari proses akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indonesia?
Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor, yaitu:
a) semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong-royong; serta
b) semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Apabila hal ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Munculnya arus globalisme yang dalam hal ini bagi sebuah Negara yang sedang berkembang akan mengancam eksistensinya sebagai sebuah bangsa. Sebagai bangsa yang masih dalam tahap berkembang kita memang tidak suka dengan globalisasi tetapi kita tidak bisa menghindarinya. Globalisasi harus kita jalani ibarat kita menaklukan seekor kuda liar kita yang berhasil menunggangi kuda tersebut atau kuda tersebut yang malah menunggangi kita. Mampu tidaknya kita menjawab tantangan globalisasi adalah bagaimana kita bisa memahami dan malaksanakan Pancasila dalam setiap kita berpikir dan bertindak.
Persolan utama Indonesia dalam mengarungi lautan Global ini adalah masih banyaknya kemiskinan, kebodohan dan kesenjangan sosial yang masih lebar. Dari beberapa persoalan diatas apabila kita mampu memaknai kembali Pancasila dan kemudian dimulai dari diri kita masing-masing untuk bisa menjalankan dalam kehidupan sehari-hari, maka globalisasi akan dapat kita arungi dan keutuhan NKRI masih bisa terjaga.
2. Identitas nasional dan integrasi bangsa
Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi dan nasional. Istilah integrasi mempunyai arti pembauran/penyatuan, sehingga menjadi kesatuan yang utuh / bulat. Istilah nasional mempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa seperti cita-cita nasional, tarian nasional, perusahaan nasional (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006: 36). Hal-hal yang menyangkut bangsa dapat berupa adat istiadat, suku, warna kulit, keturunan, agama, budaya, wilayah/daerah dan sebagainya.
Sehubungan dengan penjelasan kedua istilah di atas maka integritas nasional identik dengan integritas bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau pembauran berbagai aspek sosial budaya ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan identitas nasional atau bangsa (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006: 36-37) yang harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan, keserasian dan kesimbangan dalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa.
Integritas nasional sebagai suatu konsep dalam kaitan dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan pada aliran pemikiran/paham integralistik yang dicetuskan oleh G.W.F. Hegl (1770- 1831 dalam Suhady 2006: 38) yang berhubungan dengan paham idealisme untuk mengenal dan memahami sesuatu harus dicari kaitannya dengan yang lain dan untuk mengenal manusia harus dikaitkan dengan masyarakat di sekitarnya dan untuk mengenal suatu masyarakat harus dicari kaitannya dengan proses sejarah.
Berbagai peristiwa sejarah di negeri ini telah menunjukkan bahwa hanya persatuan dan kesatuanlah yang membawa negeri Indonesia ini menjadi negeri yang besar. Besarnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidaklah mengalami proses kejayaan yang cukup lama, karena pada waktu itu persatuan cenderung dipaksakan melalui ekspansi perang dengan menundukkan Negara- Negara tetangga.
Sangat berbeda dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang sebelum proklamasi tersebut telah didasari keinginan kuat dari seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bersatu dengan mewujudkan satu cita-cita yaitu bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan (Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928).
Dilihat dari banyak ragamnya suku, bangsa, ras, bahasa dan corak budaya yang ada membuat bangsa ini menjadi rentan pergesekan, oleh karena itu para pendiri Indonesia telah menciptakan Pancasila sebagai dasar bernegara.
Seringkali bangsa kita ini mengalami disintegrasi dan kemudian bersatu kembali konon kata beberapa tokoh adalah berkat kesaktian Pancasila. Sampai pemerintah juga menetapkan hari kesaktian pancasila tanggal 1 Oktober. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya Pancasila hingga saat ini masih kuat relevansinya bagi sebuah ideology Negara seperti Indonesia ini.
Dengan adanya spirit otonomi daerah yang lahir pasca gugatan yang menumbangkan pemerintahan sentralistik tahun 1998, maka hal ini dapat pula menjadi ancaman kembali munculnya fanatisme kedaerahan yang dapat berujung kepada disintegrasi bangsa. Untuk itu dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, bahasa, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional.
D. Upaya Perwujudan Identitas Nasional
1. Perwujudan paham nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa. Nasionalisme adalah suatu faham yang mengajarkan bangsa yang bernegara yang dibangun dari masyarakat yang majemuk, dan warganya tersebut sungguh-sungguh bertekad untuk membangun masa depan secara bersama, dengan terlepas dari berbagai perbedaan ras, etnik, dan agama atau misalnya, dari ikatan kesetiaan yang melekat sejak lahir terhadap suku daerah kelahirannya. Suatu negara akan berfungsi dengan baik apabila memiliki dukungan idiologi nasionalisme.
Nasionalisme adalah sebuah proyek modernisme. Sebagai sebuah proyek modernisme, nasionalisme adalah sebuah aplikasi ajaran pencerahan terhadap komunitas nasional (Yack; 31). Nasionalisme, dengan demikian adalah bentuk dari promosi kedaulatan masyarakat sebagai sebuah komunitas nasional (Yack; 35). Nasionalisme juga adalah sebuah proyek kalangan kelas menengah yang dipromosikan kepada masyarakat melalui berbagai mekanisme. Bukti dari konsep ini dapat dilihat pada sejarah munculnya nasionalisme di Negara-negara bekas koloni, dimana mayoritas pencetus ide nasionalisme adalah kalangan kelas menengah yang menikmati sedikit pendidikan kolonialis, namun berbalik memberontak kalangan penjajah. Terlepas dari itu, pada akhirnya, gerakan nasionalisme di Negara-negara selatan berhasil melahirkan sebuah identitas baru sebagai sebuah Bangsa. Dengan demikian, pendapat Gellner dan Hobsbawn tepat bahwa, nasionalismelah yang melahirkan bangsa, dan bukan bangsa yang melahirkan nasionalisme.
Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak chauvinisme, melainkan bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
2. Revitalisasi nilai – nilai Pancasila
Nilai filosofis yang setiap bangsa tentu juga menjadi landasan bangsa tersebut dalam kehidupan berbangsa. Pancasila merupakan landasan ideology Indonesia, yang juga menjadi dasar dalam pengembangan nilai-nilai filosofis bangsa.
Nilai – nilai dasar Pancasila tercermin dari sila pertama sampai sila kelima, antara lain:
Sila pertama. Bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan YME. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, politik Negara pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila kedua. Bahwa negara harus menjujung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu, dalam kehidupan kenergaraan terutama dalam peraturan kenergaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan negara, negara harus mewujudkan tercapinya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar dijamin dalam peraturan perundang-undangan.
Sila ketiga. Bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualitas yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. \negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen- elemen yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan, maupun kelompok agama. Konsekuensinya Negara adalah beraneka ragam tetapi satu (Bhineka Tunggal Ika).
Sila ke Empat. Bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok. Manusia sebagai makhluk Tuhan TNE yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah Negara.
Sila ke lima. Mengandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Terkandung nilai keadilan yang harkat terwujud dalam kehidupan sosial. Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan menusia dengan masyarakat, bangsa dan Negara serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
Menurut Dr. Alfian, kekuatan suatu pandangan hidup bangsa tergantung dari 3 (tiga) dimensi yang terkandung didalamnya yakni dimensi idealism, dimensi realitas, serta dimensi fleksibilitas. Ketiga dimensi tersebut sudah sangat paripurna terkuak didalam Pancasila. Jika nilai – nilai Pancasila ini kita kembalikan pada spirit ruh berbangsa dan bernegara kita, maka ketahanan nasional secara identitas nasional yang akan berdampak baik pada ketahanan nasional bangsa diberbagai dimensi lainnya dapat terwujud.
Revitalisasi Pancasila sebagaimana manifestasi Identitas Nasional pada gilirannya harus diarahkan pula pada pembinaan dan pengembangan moral. Dengan demikian, moralitas Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah dalam upaya untuk mengatasi krisis dan disintegrasi yang cenderung sudah menyentuh kesemua segi dan sendi kehidupan, perlu disadari bahwa moralitas Pancasila akan menjadi tanpa makna dan hanya menjadi “karikatur” apabila tidak disertai dukungan suasana dibidang hukum secara kondusif. Antara moralitas dan hukum memang terdapat korelasi yang sangat erat. Artinya moralitas yang tidak didukung oleh kehidupan hukum yang kondusif akan menjadi subjektivitas dengan satu sama lain akan saling berbenturan.Sebaliknya, ketentuan hukum yang dibuat tanpa disertai dasar dan alasan moral,akan melahirkan suatu legalisme yang represif, kontra produktif, dan bertentangan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Pada intinya, menghidupkan kembali identitas nasional sama halnya dengan mengaktualisasikan kembali paham – paham kecintaan terhadap tanah air (nasionalisme) dan penyegaran kembali pada makna – makna sila Pancasila.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Identitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik menyangkut sosiokultural atau religiositas. - Identitas fundamental/ ideal = Pancasila yang merupakan falsafah bangsa.- Identitas instrumental = identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.- Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik dalam agama dan kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam suku dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Nasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa. Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak chauvinisme, bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
B. Harapan
Bangsa yang besar, adalah bangsa yang bangga dan konsisten atas identitasnya. Seperti halnya setiap manusia yang telah dibekali kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda oleh Tuhan. Kita ditunjukkan bahwa keberagaman itu memang nyata, dan orang yang mampu memanfaatkan bakatnya, akan menjadi yang terbaik dikalangannya. Sedangkan krisis identitas, justru akan membuat kita masuk kedalam golongan rata-rata, yang sampai kapanpun tidak akan dilirik dunia.
Oleh karena itu, telah menjadi harapan bersama bahwa pemahaman dan penyegaran kembali terhadap makna identitas nasional yang melekat pada diri kita sebagai sebuah bangsa yang berkepribadian dapat kembali diwujudkan.
1 comments:
The best Casino Games for iPhone and Android
The Best Casino 네이버 룰렛 Games for iPhone 백 스트레이트 and Android · Top 10 마틴게일 전략 · 10. Slotomania · 9. SlotOJO · 8. Big 호반 그래프 Spins · 7. Aztec 오피주소 Gems · 6. Aztec Gems.
Posting Komentar