RSS

Anak sekecil itu,..

suatu hari, seperti biasa dihari senin, usai perkuliahan pertama, ada sedikit pencerahan dari Beliau (Pak Mulyadi) doesn saya yang saya peroleh bahwaternyata dilingkungan kampus yang sebesar ini, masih banyak bersembunyi manusia - manusia berhati kecil, entah itu birokrat kampus, pun mahasiswanya., dan mungkin juga termasuk SAYA. tidak rugi saya bangun pagi - pagi dan ke kampus. :)
usai kelas singkat itu, saya berdiskusi sedikit dengan teman - teman dan Beliau. tiba - tiba melintas seorang perempuan. dari wajahnya, ia terlihat begitu lelah, saya bisa menangkap bahwa sebenarnya usianya masih muda (kurang lebih 30 tahun), namun sayang usia itu seakan terlupakan ketika melihat keadaannya. bahkan mungkin akibat keadaannya itu, dia sendiri sudah lupa berulangtahun keberapa dia tahun ini?? sebab, tiap harinya sudah ia habiskan untuk memikirkan nasibnya, beserta nasib anaknya, seorang putra kecil yang kini dalam gendongannya.
bukan, bukan cuma putra kecil itu yang ia gendong, dengan sekuat tenaga, disana terdapat pula sekeranjang bungkusan makanan ringan serta setermos minuman botol.
saya jadi tertarik untuk bercakap dengannya. entah sekedar untuk menanyakan keadaannya, taua lebih dari itu. saya ingin larut minimal merasakan sedikit saja kegelisahannya melihat dunia dan masa depan buah hatinya.
saya lalu bertanya tentnag usia putra kecilnya yang menggemaskan itu, dengan bulu matanya yang lebat, tubuhnya yang mungil, serta senyumnya yang tiada beban. anak itu telah lepas dari gendongannya, ia sibuk merangkak di sepanjang koridor kesana kemari. sementara sang ibu hanya membiarkannya. Yaa tuhan, betapa bersarangnya debu - debu disana yang (mungkin) tak kasat mata.
peremppuan itu berkata, putranya baru berusia sepuluh bulan. saya sedikit berkelakar "cepat sekali dia menginjak dunia kampus, mengalahkan saya dan mungkin mahasiswa - mahasiswa pada umumnya, lohh buu".. "dia mahasiswa juga" sambung dosenku. tak terasa, kami larut dalam perbincangan.
kini, saya hanya bisa diam mendengarkan dan menyimak mereka bercakap. saya hanya bisa mendengar, yaahh. mungkin pula pilu turut saya rasakan saat cerita perempuan itu mengalir.
ia ibu dari seorang putra, bekerja dari menjual jalangkote (baca :: pasta), hingga sekarang, menjajakan jajanan orang lain bersama putranya.
sekilas muncul pertanyaan dalam batin saya, kemana perginya sang suami, pria yang seharusnya menjadi suami yang baik bagi dirinya, serta ayah yang bertanggungjawab bagi putranya??
mereka telah berpisah, bukan perceraian. sang suami ke malaysia. meninggalkannya bersama sang putra. tanpa bahasa perceraian, dan tanpa tanggung jawab. minimal untuk putranya. :(
bukan salah Ilahi..
hanya saja, miris sekali mendengarnya. seorang putra kecil yang smeenjak lahirnya, seyogyanya telah divonis "berhutang" tujuh juta rupiah oleh negara, kini terancam kehilangan senyum masa kecilnya. akibat kekeliruan san ibu memilihkan ayah untuk anaknya. akibat ketidakberadaban sang ayah akan darah dagingnya.
anak sekecil itu tidak memilih untuk dilahirkan dalam keadaan pincang kasih sayang, bahkan mungkin andai bisa memilih, ia sekalian tidak usah dilahirkan.
anak sekecil itu, hanya satu dari seribu derita anak kecil di tanah air ini, yang seharusnya dididik dan dibesarkan dalam lingkungan yang layak untuk masa depannya, dan masa depan bangsa yang ada dalam genggamannya. yang justru malah terancam tak akan mampu menata masa depannya sendiri, bahkan nyaris tak akan memiliki masa depan.


jika sudah begini, apa yang bisa kita lakukan??

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar