( Sebuah komparasi hasil bacaan dari buku Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah “Planning And Preparation Budget Review” dan Sebuah Journal Online Implementasi Kebijakan Publik Menuju Good Governance dalam Penyelenggaraan Desentralisasi dan Otoda “Implementation Good Governance” )
Buku yang berjudul Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah ini merupakan buku yang didalam serangkaian bab nya kemudian mengangkat hal – hal yang terkait mengenai implementasi hak otonomi yang diberikan kepada daerah dalam rangka upaya untuk menciptakan good governance. Pentingnya otonomi daerah tersebut juga harus didukung dengan model pemerintahan yang memiliki corak serta iklim kehidupan masyarakat yang partisipatif dalam pembangunan. Dalam buku tersebut dijelaskan pula mengenai impilkasi otonomi daaerah dalam sector ekonomi, perbankan, pendidikan, dan kesehatan. Adapun masalah pembahasan manajemen keuangan daerah dititikberatkan pada perlunya perencanaan stratejik, perencanaan penerimaan dan pengeluaran daerah, penganggaran yang akurat, serta strategi pengelolaan kekayaan alam.
Terkait masalah manajemen keuangan daerah tersebut, pada bab kelima dalam buku tersebut disajikan data empiris terhadap manajemen keuangan pemerintahan daerah di Indonesia. Pada bagian tersebut dijewantahkan telaah empiris yang ditemukan dilapangan atas nama manajemen keuangan pemerintah daerah di enam propinsi di Indonesia (dengan tidak mengurangi kedalaman isi pembahasan pada bagian tersebut, maka demi menjaga tidak terjadinya kerugian oleh pemerintah daerah dan pihak – pihak tertentu, nama masing – masing pemda disamarkan). Budgetary slack muncul diakibatkan bahwa lemahnya perencanaan dan persiapan anggaran pemerintah daerah. Struktur anggaran pendapatan pemerintah daerah yang ada, masih didominasi oleh bantuan dari pemerintah pusat dan propinsi. Sebagai konsekuensinya, pemerintah daerah hanya memiliki discretion pada Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) selama perencanaan dan penyiapan Anggaran Induk.
Selain itu, disajikan pula pembahasan secara komprehensif mengenai analisis pelaksanaan anggaran induk dan anggaran hasil revisi pemerintah kabupaten / kota. Revisi anggaran dilakukan terkait adanya factor ketidakpastian yang berhubungan dengan jumlah anggaran, proyek – proyek yang dilaksanakan, dan informasi umum mengenai bantuan / proyek kepala daerah.
Aturan yang disusun oleh pemerintah pusat masih diwarnai dengan adanya kecenderungan ketidakefektifan atas aturan dan pedoman yang disusun tersebut. Pemerintah pusat melakukan pengendalian hanya dengan melakukan uji varian antara target dan hasil aktuan, baik pendapatan maupun pengeluaran atas pencapaian kinerja pemerintah daerah. Kompleksitas permasalahan di lapangan menunjukkan bahwa alat manajemen keuangan yang digunakan tidak lagi memadai untuk digunakan sebagai alat pengendalian.
Hingga saat ini masih ditemukan adanya kecenderungan akuntabilitas yang hanya bersifat vertical. Sistem pengukuran kinerja yang tidak dapat digunakan sebagai satu – satunya alat manajemen. Perlu peningkatan cost awareness, dan penerapan new public management dan refomasi sistem pertanggungjawaban dari pertanggungjawaban vertical menjadi horizontal.
Karakteristik pemerintahan yang baik (good governance), apabila pemerintah mewujudkan demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi yang berorientasi kepada kepentingan rakyat dalam kerangka hukum.
Dalam sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia, dari rezim otoriter hingga pengusahaan perwujudan prinsip good governance, terjadi dinamika yang sangat fantastis ditubuh pemerintahan Indonesia. Dari pemerintahan yang terpusat (sentralisasi) menjadi negara yang menggembar – gemborkan kemerdekaan daerah dalam kerangka RI (desentralisasi).
Menyoroti hal tersebut, saya merasa dapat dikatakan bahwa cukuplah dua tulisan diatas yakni sebuah buku yang berjudul Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah “Planning And Preparation Budget Review” dan sebuah journal online Implementasi Kebijakan Publik Menuju Good Governance dalam Penyelenggaraan Desentralisasi dan Otoda “Implementation Good Governance”, saya jadikan bahan renungan untuk kembali menelorkan kritikan – kritikan terkait masalah kedewasaan pengambilan kebijakan public oleh pemerintah khususnya masalah penganggaran dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dll) pada saat ini.
Berangkat dari bacaan tersebut, dapat saya simpulkan bahwa penciptaan keadaan pemerintahan yang baik dari segi penelaahan empiris manajemen pengelolaan keuangan pada pemerintah daerah di Indonesia masih sangat jauh dari harapan. Bahwasanya prinsip – prinsip diatas sebagai indicator sebuah good governance masih terlampau tinggi untuk dikatakan telah kita gapai.
Partisipasi masyarakat misalnya, pada pemilihan daerah, masyarakat masih cenderung enggan untuk ikut memilih akibat krisis kepercayaan kepada kandidat calon. Atau pun mereka memilih, sebagian besarnya hanya dikarenakan money politic dari aparat pemerintah kepada rakyat, bukan karena kapabilitasnya.
Dari segi transparansi dan akuntabilitas, khususnya anggaran daerah, masyarakat masih sangat kekurangan informasi terkait dana penghasilan daerahnya dan dana belanja daerahnya. Hal ini, memberi potensi bagi beberapa oknum untuk mengmbil celah. 20 % dana yang seharusnya cair bagi pendidikan misalnya, akibat kurangnya transparansi dari pemerintah, sehingga sebagian masyarakat dipedesaan, dipedalaman, dsb tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Hal ini tentu akan memberikan peluang kepada beberapa oknum untuk mempolitisasi pendidikan, bukan malah pendidikan politik yang baik yang seharusnya diberikan kepada masyarakat. Parahnya lagi, akuntabilitas itu seperti tak pernah kita dapat sebagaimana adanya. Kita terus saja terninabobokan.
Pertanyaannya kemudian, jelaskah pondasi kita untuk mengeluarkan statemen demikian bahwa ditinjau dari segi penganggaran keuangan daerah, maka good governance masih sangat jauh dari harapan?
Alasannya jelas, dalam buku Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah dikemukakan kelemahan dan kurang matangnya perencanaan dan persiapan anggaran di enam pemerintahan daerah ( nama daerah disamarkan ). Yakin dan percaya, ini tidak hanya terjadi di enam pemerintahan daerah tersebut tapi juga terjadi disebagian besar pemerintahan daerah di Indonesia.
Kelemahan perencanaan, persiapan, dan pengeluaran anggaran yang tepat guna pada sasaran yang dalam hal ini masyarakat, meniscayakan sebuah indikasi bahwa jalan menuju terciptanya good governance masih akan menapaki jalan jauh nan berliku yang akan menguji rasa lelah kita. Ditambah lagi dengan permasalahan – permasalahan korupsi, suap, penggelapan uang, dll. semakin menguatkan indikasi itu.
Solusi yang saya tawarkan khusus pada permasalahan manajemen keuangan daerah ini, maka saya berpendapat bahwa perlu adanya perencanaan stratejik, perencanaan penerimaan dan pengeluaran daerah, penganggaran yang akurat, serta strategi pengelolaan kekayaan alam agar tepat sasaran. Ditambah kemudian pemberian pendidikan politik bagi masyarakat, supremasi hukum bagi aparat penyalahguna wewenang. Serta yang paling penting, yakni pemberian pengetahuan terkait manajemen keuangan daerah sesuai kebutuhan masyarakat di daerah dan penanaman nilai – nila moral baik bagi aparat pemerintah maupun masyarakat agar sadar fungsi dan tanggungjawab yang diembannya.
CRITICAL REVIEW
03.23 |
Labels:
nitip tugas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar