BAB I
PENDAHULUAN
Sistem Politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Partai politik adalah organisasi yang beroperasi dalam sistem politik. Partai politik memiliki sejarah panjang dalam hal promosi ide-ide politik dari level masyarakat ke level Negara. Fungsi partai politik di setiap negara demokrasi cukup penting. Terutama, ini dikaitkan dengan fungsi perwakilan kepentingan elemen masyarakat yang mereka bawakan: Partai politik menerjemahkan kepentingan-kepentingan tersebut ke dalam kebijakan pemerintah.
Partai politik di Indonesia kiranya telah mengukir perjalanan yang cukup panjang. Hadirnya partai politik di Indonesia sangat memberi warna bagi dimensi perpolitikan kita. Selama sepuluh kali pemilu yang telah digelar misalnya, warna – warni dan dinamika perpolitikan kita sangat menarik untuk diuraikan. Menjamurnya kehadiran partai politik disetiap pemilu diadakan menarik untuk kita simak dan analisa keberadaannya. Sangat menarikkah apa yang disebut sebagai partai politik itu sehingga orang – orang seakan berbondong – bondong membentuk partai politik dengan ideology partai yang berbeda – beda. Dari pengusaha, pelawak, dan orang yang notabene memang basicnya politik seperti begitu tertarik terjun kedunia politik dengan kendaraan pertain politik tentunya.
Makalah ini akan mencoba menyajikan hal tersebut, agar analisa kita terhadap dinamika politik yang terjadi semakin terasah.
B. Rumusan Masalah
Terdapat dua poin atau garis besar yang ingin dijabarkan dalam pembahasan makalah ini, yakni : Bagaimana sejarah dinamika eksistensi partai politik di Indonesia dari tahun 1955 ( untuk pertama kalinya pemilu digelar ) sampai tahun 1999? Bagaimana Penulis mencermati dinamika tumbuh kembangnya partai politik di Indonesia?
C. Tujuan
Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penyusunan makalah ini yakni, agar pengetahuan mengenai dinamika partai politik di Indonesia dapat bertambah, serta tingkat analisa kita dalam mencermati realitas kehidupan perpolitikan, khususnya kehadiran partai politik yang turut mewarnai dunia perpolitikan tersebut dapat terasah, guna menghindari kekeliruan – kekeliruan yang pernah kita alami terkait hal tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Menilik tentang sejarah parpol di Indonesia dari sejak dulu kala hingga saat sekarang memang penuh liku-liku dan menarik. Yang menarik adalah perkembangan dari sebuah organisasi pergerakan nasional yang berubah menjadi partai politikPEMBAHASAN
A. Sejarah Partai Politik di Indonesia
1. Zaman penjajahan Belanda atau Zaman Kolonial
Masa penjajahan Belanda atau Zaman Kolonial merupakan periode awal lahirnya partai politik di Indoneisa yang pada awalnya disebut Hindia Belanda. Dengan munculnya partai ini menandai bahwa telah muncul kesadaran nasional. Pada zaman itu semua organisasi yang ada baik organisasi yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun partai-partai yang berasaskan politik, agama seperti SI (Serikat Islam), PNI (Partai Nasional Indonesia) dan Partai Katolik, juga ikut mengambil peran dalam pergerakan nasional untuk bangsa Indonesia yang merdeka.
Munculnya partai politik pada zaman kolonial ini merupakan sebuah manifestasi akan kesadaran nasional dalam mencapai kemerdekaan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Ada beberapa usaha yang yang dilakukan untuk meningkatkan persatuan nasional yaitu salah satunya dengan mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya seperti sebuah dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islami) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.
2. Zaman pendudukan Jepang ( 1942-1945 )
Rezim pemerintahan Jepang sangatlah represif bertahan hingga tiga setengah tahun. Semuanya dikerahkan untuk memenuhi kebutuhan para pemerintah Jepang.
Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, semua tenaga manusia dikerahkan untuk peperangan “Asia Timur Raya”. Hanyalah dari golongan-golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang social, serta beberapa organisasi baru yang diprakarsai penguasa.
3. Zaman Merdeka (mulai 1945).
Menyerahnya seluruh bala tentara Hindia Belanda akan kekuatan tentara Jepang yang kemudian disusul dengan kalahnya Jepang, membuat kekuatan terbentuk didalam masyarakat Indonesia.
Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, membuka kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga mulailah bermunculanlah parti-partai politik di Indonesia. Ini berarti partai politik Indonesia mulai menjamur.
Dalam masa revolusi fisik (1945-1949) partai-partai politik memainkan peran yang sangat penting dalam proses pembuatan keputusan. Orang-orang yang duduk didalam KNIP dan orang-orang yang duduk dalam kabinet kebanyakan adalah orang-orang partai. Dalam masa ini kabinet menghadai banyak permasalahan baik dari dalam maupun dari luar. Belanda yang kembali masuk kedalam wilayah Indonesia memberi dampak buruk terhadap partai-partai yang selalu tidak sepakat mengenai strategi perjuanganuntuk mengahadapi sekutu, termasuk perundingan dengan belanda. Setiap kali kabinet jatuh,komposisi partai dalam masalah-masalah lain. Setiap kali kabinet jatuh, komposisi partai dalam kabinet koalisi pun berubah.
Pada pemilu 1955 menghasilkan penyederhanaan partai menjadi 4 partai politik besar yang muncul, yaitu : Masyumi, PNI (partai Nasional Indonesia) dengan 57 kursi, NU ( Nahdatul Ulama ) dengan 45 kursi, dan PKI (Partai Komunis Indonesia) dengan 39 kursi yang sama-sama menduduki 77% dari jumlah kursi dalam DPR.
Kabinet pertama hasil pemilihan umum merupakan koalisi dari dua partai besar, PNI dan Masyumi serta beberapa partai kecil lainnya. Yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastromidjojo (II) dari PNI, sedangkan PKI tetap berada diluar kabinet sesuatu hal yang sangat disayangkan oleh presiden Soekarno.
4. Zaman demokrasi terpimpin ( 1959-1965 )
Zaman ini diperkuat dengan ditetapkannya peraturan yang menguatkan kedudukan presiden sebagai presiden seumur hidup yang didukung oleh TAP MPR No III/ 1963.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965).
5. Zaman Demokrasi Pancasila ( 1965-1998 )
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik baru yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum tahun 1971, Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997. Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai terus berlanjut hingga pemilu 2004 nanti.
Berikut ini adalah nama-nama partai politik yang mengikuti pemilu :
a. Pemilu 1955. Pemilu 1955 menandai “resminya” era sistem demokrasi liberal di Indonesia. Pemilu 1955 diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Empat partai terbesar diantaranya adalah: PNI (22,3 %), Masyumi (20,9%), Nahdlatul Ulama (18,4%), dan PKI (15,4%).
b. Pemilu 1971. Pada tanggal 3 Juli 1971 diselenggarakan pemilihan umum yang kedua dalam sejarah Indonesia, dan yang pertama kali diadakan dibawah Undang – Undang Dasar 1945. Lebih dari 58 juta rakyat Indonesia yang berhak memilih melaksanakan hak konstitusionilnya untuk memilih secara langsung, bebas, dan rahasia wakil – wakilnya di dalam badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Pemilihan umum tersebut diikuti oleh sepuluh paeserta, yaitu sembilan partai dan satu golongan karya. Partai Katolik (3 kursi), Partai Sarekat Islam Indonesia (10 kursi), Partai NU (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24 kursi), Golongan Karya (36 kursi), Partai Kristen Indonesia (7 kursi), MURBA (- kursi), PNI (20 kursi), Partai Islam PERTI (2 kursi), Partai IPKI (- kursi).
Sesuai dengan UU yang berlaku, anggota DPR berjumlah 460; diantaranya 360 dipilih melalui pemilihan umum dan 100 orang diangkat, termasuk diantaranya 75 orang mewakili Golkar ABRI. Berbeda dengan pemilu tahun 1955, dalam pemilu ini anggota ABRI tidak menggunakan hak pilihnya. Pelantikan anggota DPR hasil pemilu dilakukan pada tanggal 28 Oktober 1971.
c. Pemilu 1977-1997. Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 diikuti oleh 3 partai politik yang sama, yaitu: Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia.
d. Pemilu 1999. Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai kemabali terjadi di Indonesia. Pada masa itu muncullah 48 partai yang mewarnai dunia perpolitikan di Indonesia.
B. Analisa Penulis
Dinamika partai politik yang terjadi di Indonesia sejak masa penjajahan sampai pada pemilihan umum tahun 1999 menampakkan dinamisasi yang sangat berwarna. Pada masa penjajahan, organisasi pergerakan nasional berubah menjadi partai politik. Kemudian, setelah kemerdekaan keberadaan partai politik semakin bemunculan.
Pada pemilu 1955, partai politik yang turut berpartisipasi pada saat itu terdapat lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan. Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat, sehingga mendapat apresiasi yang tinggi dari negara – negara asing. Namun sangat disayangkan, pada masa demokrasi terpimpin, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun berikutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Pemilu kedua kemudian baru dilaksanakan kembali pada tahun 1971, selanjutnya pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 dengan terdapat dua partai politik Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia, serta Golongan Karya. Lalu, pasca terjadinya reformasi, euphoria yang terjadi meniscayakan semangat berdemokrasi tercipta dikalangan masyarakat. Hal ini terlihat dari bermunculannya partai politik baru yang mendeklarasikan eksistensinya sampai pada 48 pertai pada pemilu 1999.
Dalam tataran ideal, kehadiran partai politik merupakan jawaban dari keterbatasan ruang politik bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya. Misalnya saja pada masa penjajahan (Jepang) sampai kemudian pasca reformasi dan penggulingan rezim “otoriter” Soeharto, menyebabkan semangat partisipasi politik masyarakat semakin memuncak. Hal ini terbukti dari setiap pemilihan umum yang digelar, kelahiran partai – partai baru (sistem multy partai Indonesia) semakin menjamur.
Namun, sangat disayangkan, tataran idealisme tersebut tercoreng dengan realita di lapangan. Partai politik dengan ideology yang disandangnya masing – masing seakan melupakan hakikat keberadaannya, yakni sebagai wadah penyampai kepentingan rakyat, berbelok menjadi kepentingan segelintir / sekelompok individu, dari organisasi non provit menjadi organisasi provit. Pertarungan kekuasaan menjadi focus utama, sementara perhatian pada apa yang menjadi kebutuhan rakyat pun tergeser. Bias fungsi parpol terjadi. Ini kemudian tentu saja berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada integritas parpol dan pemerintah, sehingga semangat dalam partisipasi masyarakat mengalami penurunan.
Hal ini kemudian mengakibatkan pergeseran dari demokrasi menjadi “democrazy”. Alangkah lucunya, euphoria reformasi yang dibawa oleh parpol berubah menjadi kekecewaan di tubuh masyarakat akibat parpol – parpol itu sendiri, akibat parpol yang harusnya bersifat idealis pada ideologinya, berubah menjadi pragmatis. Sangat disayangkan bahwa demokrasi hari ini malah dijadikan kesempatan untuk secara “bebas” mengeruk negara demi kepentingan partai, bukan demi kepentingan rakyat. Krisis kepercayaan, sekali lagi, tidak dapat terelakkan.
BAB III
PENUTUP
Dinamika partai politik di Indonesia sejak zaman penjajahan (Belanda dan Jepang) hingga pemilu tahun 1999 (pasca reformasi) memperlihatkan pergerakan yang sangat berwarna. Dari masa pembatasan ruang politik sampai pada demokrasi (sepeti yang kita kenal saat ini). Hal ini menandakan bahwa peran partai politik masih sangat penting dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis, sebagai wadah penyaluran aspirasi rakyat sampai pada pengeluaran kebijakan public. Namun, itu jika kita berbicara pada tataran idealnya. Realitanya sekarang, sebagian besar masyarakat sudah kurang bahkan tidak percaya lagi pada misi awal yang ingin dibawa oleh parpol – parpol yang ada pada saat ini.PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Harapan
Semoga dengan hadinya makalah ini dapat memberikan pencerahan pada kita semua untuk turut memahami sejarah parpol di Indonesia, dan memberikan kesadaran pada kita untuk membangun kesadaran partisipatif untuk bersama - sama membenahi kekeliruan – kekeliruan yang terjadi dikehidupan perpolitikan kita, khususnya pada wilayah parpol. Selain itu, agar kiranya partai – partai politik dapat menyadari dan dapat kembali pada hakikat dari tujuan awal berdirinya, yakni demi kepentingan rakyat.
0 comments:
Posting Komentar