RSS

Lahirnya UUPA no 5 tahun 1960

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia - sebagaimana halnya ketimpangan ekonomi/tingkat pendapatan penduduknya - adalah sangat tajam dan ironis. Di satu sisi banyak orang kaya yang memiliki tanah secara absentee dan menjadikannya sebagai asset atau investasi, tetapi di sisi lain lebih banyak petani yang hanya mempunyai sebidang tanah yang tidak cukup untuk menghidupi keluarganya atau bahkan tidak mempunyai satu meter pun tanah untuk digarapnya.
Dengan tujuan pemerataan dan untuk mencapai keadilan dalam perolehan dan pemanfaatan tanah maka program landreform yang telah lama dipeti-eskan (hanya menjadi program/kebijakan tehnis saja) haruslah digiatkan kembali. Guna mengetahui perkembangan dari landreform ini, penulisan ini akan membahas aspek historis yaitu pengaturan dan pelaksanaan landreform dari masing-masing Orde.
Salah satu hasil karya anak bangsa terbaik, paling monumental, sekaligus revolusioner, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan Undang-Undang yang pertama kalinya memperkenalkan konsep Hak Menguasai Negara. Perumusan pasal 33 dalam UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Inilah dasar konstitusional pembentukan dan perumusan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dua hal pokok dari pasal ini adalah sejak awal telah diterima bahwa Negara ikut campur untuk mengatur sumber daya alam sebagai alat produksi, dan pengaturan tersebut adalah dalam rangka untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penghubungan keduanya bersifat saling berkait sehingga penerapan yang satu tidak mengabaikan yang lain
Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960 merupakan peristiwa penting di bidang agraria dan pertanahan di Indonesia. Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA tersebut kebijakan-kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial belanda mulai ditinggalkan. Undang-undang yang disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini menggantikan Agrarische Wet 1870 yang terkenal dengan prinsip domein verklaringnya (semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik negara/ milik penjajah belanda).
UUPA merupakan produk hukum pada era Orde Lama yang menghendaki adanya perubahan dan pembaharuan di bidang agraria dan pertanahan serta menghendaki terwujudnya pembangunan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan pemerintahan pada saat itu lebih diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana telah digariskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Untuk itu, sangat perlu kiranya jika kita mengetahui serta memahami sejarah yang melatar belakangi hingga dikeluarkannya kebijakan perundang – undangan oleh pemerintah orde lama waktu itu mengenai Undang – undang pokok agrarian yang kemudian menjadi acuan dan sekaligus mengganti peraturan – peraturan pertanahan yang mengatur sebelumnya ( baik pada masa penjajahan Belanda, maupun pada masa pendudukan Jepang).

B. Identifikasi Masalah
“bagaimana dan apa yang melatar belakangi sehingga lahirnya UUPA nomor 5 tahun 1960 pada masa orde lama?”

C. Tujuan
“Mengetahui dan memahami hal yang melatar belakangi sehingga lahirnya UUPA nomor 5 tahun 1960 pada masa orde lama.”

BAB II
PEMBAHASAN
A. Peraturan Pertanahan sebelum UUPA Nomor 5 Tahun 1960
Pengaturan hak milik tanah yang berlaku di Indonesia, sebenarnya telah ada baik itu sejak masa penjajahan / kolonialisme Belanda maupun pada masa pendudukan Jepang. Hal tersebut tampak jelas dengan adanya yang disebut sebagai hukum perdata barat serta hukum adat pertanahan. Adapun periodisasi dari tonggak sejarah pengaturan hak atas tanah di Indonesia sebelum kemudian diberlakukannya UUPA Nomor 5 Tahun 1960 sebagai peraturan yang mengatur masalah Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria pertama yang berhasil dilahirkan oleh bangsa Indonesia sendiri pasca lepasnya dari belenggu penjajahan, antara lain :
1. Tonggak pertama tahun 1811
Pada masa tersebut, penguasaan hak atas tanah lebih diposisikan sebagai alat untuk menarik pajak bumi demi kepentingan pemerintah Belanda. Menurut sejarah, pemerintah Belanda dianggap gagal melaksanakan administrasi pertanahan dengan baik. Sehingga digantikan oelh pemerintah Inggris, yang mana salah seorang penggagas tata administrasi pertanahan yaitu Raffles. Mekanismenya yaitu menata sistem administrasi pertanahan dengan sistem domein ( menerapkan sistem penarikan pajak bumi seperti apa yang dilakukannya di India ).
Setelah Inggris benar – benar menguasai indoensia, maka pada tahun 1811, Raffles membentuk panitia penyelidikan yang diketuai oleh Mackenzie ( Komisi Mackenzie ). Dari penyelidikan tersebut, Raffles menyimpulkan bahwa hak milik tanah dikuasai oelh Kerajaan / Raja atau pemerintah. Sehingga dibuatlah sistem penarikan pajak bumi (Landrette). Setiap petani wajib membayar pajak sebesar dua per lima dari hasil garapannya. Teori ini berpengaruh hingga abad ke 19.
2. Tonggak kedua tahun 1830
Pada masa tersebut, Indonesia kembali berada dibawah tangan Belanda yang dipimpin oleh Van den Bosch. Ia mempopulerkan sebuah konsep penguasaan tanah Culturstelsel. Tujuannya adalah untuk menolong Belanda yang pada saat itu memiliki kondisi perekonomian yang memprihatinkan. Konsepnya tetap menganut teori Raffles, namun dasar pokok aturannya bahwa setiap petani tidak perlu membayar pajak seperti aturan sebelumnya, cukup dengan seperlima dari tanahnya harus ditanami dengan tanaman tertentu yang dikehendaki oleh pemerintah Belanda seperti nila, kopi, tembakau, the, tebu, dll. Kemudian hasilnya akan diekspor ke Eropa. Hasilnya ternyata mampu membuat pemilik modal swasta menjadi “iri” akan hal tersebut.
3. Tonggak ketiga tahun 1848
Pada masa ini, akibat dari tonggak kedua sebelumnya ( kecemburuan pemilik modal swasta ), terjadi pergolakan antara wakil – wakil parlemen yang menuntut untuk dilibatakan pada urusan penjajahan dengan mereka yang secara konservatif mendukung culturstelsel. Hasilnya, kaum liberal menang dengan disetujuinya perubahan terhadap Undang – Undang Dasar Belanda, yaitu adanya ketentuan yang menyebutkan bahwa pemerintah di tanah jajahan harus diatur oleh undang – undan ( UUD Belanda tahun 1854), yaitu dikeluarkannya Regerings Reglement ( RR ) tahun 1845. Pada pasal 62 RR disebutkan bahwa Gubernur Jendral boleh menyewakan tanah dengan ketentuan – ketentuan yang akan ditetapkan dalam ordonasi.
Pada tahun 1865, Menteri Jajahan Frans van de Putte ( seorang liberal ), mengajukan RUU yang berisi bahwa Gubernur Jendral akan memberikan hak erpacht selama 99 tahun ; hak milik pribumi diakui sebagai hak mutlak ( eigendom ) dan tanah milik komunal dijadikan hak milik perorangan eigendom. RUU tersebut ditolak oleh parlemen khususnya kaum liberal sendiri yaitu Torbeck, dan menteri Frans jatuh. Sehingga, tujuan golongan kaum swasta Belanda untuk menanamkan modal di bidang pertanian di Indonesia belum tercapai.
4. Tonggak keempat tahun 1870
Tahun 1866 – 1867, pemerintah mengadakan suatu penelitian tentang hak – hak penduduk Jawa atas tanah yang dilakukan pada 808 desa diseluruh Jawa. Kemudian hasilnya dikemas dalam tiga jilid pada tahun 1876, 1880, dan 1896. Akibat ketidaksabaran pemerintah Belanda, enam tahun sebelum jilid pertama dalam laporan penelitian tersebut terbit ( tahun 1870 ), Menteri de Waal mengajukan RUU yang diterima diparlemen. Salah satu keputusan pentingnya yaitu apa yang disebut sebagai Agrarische Besluit yang memuat suatu pernyataan penting tentang “domein verklaring” yang diundangkan dalam staatsblaad nomor 118 tahun1870 pasal 1.

B. Lahirnya UUPA Nomor 5 Tahun 1960
Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960 merupakan peristiwa penting di bidang agraria dan pertanahan di Indonesia. Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA tersebut kebijakan-kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial belanda mulai ditinggalkan. Undang-undang yang disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini menggantikan Agrarische Wet 1870 yang terkenal dengan prinsip domein verklaringnya (semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik negara/ milik penjajah belanda). UUPA merupakan produk hukum pada era Orde Lama yang menghendaki adanya perubahan dan pembaharuan di bidang agraria dan pertanahan serta menghendaki terwujudnya pembangunan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan pemerintahan pada saat itu lebih diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana telah digariskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Sebelum berlakunya UUPA berlaku bersamaan berbagai perangkat Hukum Agraria. Ada yang bersumber pada Hukum Adat, yang berkonsepsi komunalistik religious. Ada yang bersumber pada Hukum Perdata Barat yang individualistic-liberal dan ada pula yang berasal dari berbagai bekas Pemerintahan Swaparja, yang umumnya berkonsepsi feudal. Hukum Agraria yang merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara, hamper seluruhnya terdiri atas peraturan-peraturan perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi Pemerintah Jajahan dalam melaksanakan politik agrarianya yang dituangkan dalam Agrarische Wet 1870.
Selain itu adanya dualisme dalam Hukum Perdata memerlukan tersedianya perangkat hukum yang terdiri atas peraturan-peraturan dan asas-asas yang member jawaban, hukum apa atau hukum yang mana yang berlaku dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum Antargolongan di bidang agraria. Perangkat hukum ini dikenal sebagai Hukum Agraria atau Hukum Tanah Antargolongan.
Didalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan. Dalam pada itu hukum Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut, ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal justru merupakan penghambat dari pada tercapainya cita-cita diatas. Hal itu disebabkan terutama :
a. Karena hukum agraria yang berlaku sekarang ini sebagian ter- susun berdasarkan tujuan dan sendir-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam melaksanakan pembangunan semesta dalam rangka menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini;
b. Karena sebagai akibat dari politik-hukum pemerintah jajahan itu hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya peraturan-peraturan dari hukum-adat di- samping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum barat, hal mana selain menimbulkan pelbagai masa'alah antar golongan yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan Bangsa;
c. Karena bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum
UU Pokok Agraria akhirnya dibentuk pada tahun 1960. Dalam dimuat tujuan, konsepsi, asas-asas, lembaga-lembaga hukum dan garis-garis besar ketentuan-ketentuan pokok Hukum Agraria/Tanah Nasional. Penjabarannya dilakukan dengan membuat berbagai peraturan pelaksanaan yang bersama-sama UUPA merupakan Hukum Agraria/Tanah Nasional Indonesia. Tujuannya adalah akan mewujudkan apa yang digariskan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang penguasanya ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUPA menciptakan Hukum Agraria Nasional berstruktur tunggal, yang seperti dinyatakan dalam bagian “Berpendapat” serta Penjelasan Umum UUPA berdasarkan atas Hukum Adat tentang tanah, sebagai hukum aslinya sebagian terbesar rakyat Indonesia.

C. Pelaksanaan UUPA Nomor 5 Tahun 1960
Perubahan diselenggarakan secara cepat, fundamental dan menyeluruh dalam rangka apa yang pada waktu itu disebut: menyelesaikan Revolusi Nasional kita, yang menghendaki penyelesaian segenap persoalannya secara yang revolusioner, dengan bersemboyan: Pull down yesterday. Construct for tomorrow dan dalam rangka: retooling alat-alat untuk menyelesaikan Revolusi.
Dengan kata-kata sekarang, semuanya itu adalah pada hakikatnya dalam rangka melaksanakan Pembangunan Nasional, mengisi kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
UUPA mengubah secara fundamental prinsip-prinsip hukum pertanahan yang berlaku sebelum tahun 1960. Perubahan fundamental ini meliputi perangkat hukumnya, dasar konsepsinya maupun isinya. Dengan berlakunya UUPA, kondisi pertanahan nasional diperintahkan supaya didasarkan oleh hukum tanah adat yang sederhana dan menjamin kepastian hukum tanpa mengabaikan hukum agama. UU yang memberi kemungkinan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia.
Pada awal-awal berlakunya UUPA, kegiatan pertanahan nasional berorientasi pada program-program reformasi tanah (Landreform). Mengubah gaya lama penguasaan tanah yang kolonial dengan program redistribusi tanah kepada rakyat dan melarang monopoli penguasaan tanah termasuk feodalisme di pedesaan.
Namun, cita-cita itu tidak berlangsung lama. Sejak tumbangnya Orde Lama yang digantikan Orde Baru, program-program pembangunan pemerintah berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Kalau menggunakan matematika ekonomi, berarti membutuhkan modal untuk menyuntik mesin industri. Industri membutuhkan tanah-tanah untuk bahan sumber produksi. Industri membutuhkan petani untuk memetik kopi, tembakau dan jagung di perkebunan.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebelum lahirnya UUPA Nomor 5 tahun 1960, telah ada aturan – aturan pertanahan yang mengatur mengenai hak milik tanah pada masa pendudukan Belanda maupun pada masa pendudukan Jepang. Lahirnya kebijakan pemerintah orde lama berupa UUPA Nomor 5 tahun 1960 tersebut, setelah melalui proses yang sangat penjang, membawa angin segar sebagai harapan akan perubahan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintahan pada saat itu lebih diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana telah digariskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam implementasinya kemudian pada masa orde lama masih mengacu pada aturan tersebut, namun pasca pergantian rezim orde lama ke orde baru, maka mulai muncul indikasi “pembelokan – pembelokan” tujuan dari tujuan sebelumnya.

B. Harapan
Agar menjadi refrensi bacaan dalam memperkaya analisa kita terkait hal – hal yang melatarbelakangi sehingga munculnya suatu kebijakan, khususnya dlaam makalah ini kebijakan UUPA Nomor 5 tahun 1960, dan analisis mengenai pelaksanaannya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar